Anjing
merupakan salah satu hewan peliharaan atau kesayangan yang banyak
digemari orang, karena anjing relatif mudah dipelihara. Anjing bagi
sebagian orang dipelihara sebagai teman dan ada juga memelihara sebagai
keperluan lain, misalnya saja sebagai penjaga malam. Saat sekarang
anjing semakin banyak difungsikan untuk pengintaian atau anjing pelacak,
misalnya digunakan oleh polisi fungsi-fungsi keamanan mulai dari
pengendusan dugaan adanya narkoba, melacak bom bahkan para teroris atau
pengacau keamanan.
Namun
demikian anjing sebagai makhluk hidup harus dirawat dan selalu
diperhatikan kesehatan maupun makanannya. Anjing yang sehat tentu akan
menyenangkan untuk sekedar menemani kita bercanda-gurau atau jalan pagi
misalnya, tetapi anjing yang sakit tentu akan membuat kita sedih dan
merasa khawatir jangan-jangan anjing kita tidak bisa sehat dan tidak
bisa kita pelihara lagi.

Nah,
karena itu kesehatan anjing mutlak harus diperhatikan, mulai dari
vaksinasinya harus diketahui dan dijadwalkan, makan dan minum harus
cukup dan mendapat asupan gizi yang baik. Di samping itu pemeliharaan
dengan kandang serta lingkungan yang terawat bersih harus juga
diperhatikan. Namun demikian kadang kala anjing yang kita rawat dengan
baik tidak 100 % terhindar dari penyakit. Berikut beberapa penyakit pada
anjing yang dapat dibaca dan dimengerti bagi kita yang menjadi penghobi
anjing.
1. HEPATITIS MENULAR PADA ANJING (Infectious Canine Hepatitis)
Hepatitis
menular pada anjing telah tersebar luas di dunia, dengan gejala beragam
dari yang ringan berupa demam dan pembendungan membrane mukosa sampai
bentuk parah, depresi, leucopenia yang jelas dan bertambah lamanya waktu
beku darah.
Etiologi
Infectious
Canine Hepatitis disebabkan oleh virus Canine Adeno Virus-1 (CAV-1).
Virus ini termasuk virus DNA, tidak beramplop dan secara antigenic
berkerabat dengan CAV-2 penyebab tracheobronchitis menular pada anjing.
Gejala Klinis
Hepatitis
menular gejalanya beragam dari demam ringan sampai mematikan. Masa
inkubasi 4-9 hari. Gejala berupa demam diatas 40 °C dan berlangsung 1-6
hari, biasanya bersifat bifasik, terjadi takikardia dan leukopenia.
Gejala lainnya berupa apatis, anoreksia, kehausan, konjungtivitis,
leleran serous dari hidung dan mata, kadang-kadang disertai nyeri
lambung, muntah juga dapat terjadi serta ditemukan oedema subkutan
daerah kepala, leher dan dada.
Koagulasi intravaskuler (dissiminated)
umum terjadi dan merupakan suatu yang penting dalam patogenesa
penyakit. Gejala respirasi biasanya tidak tampak pada anjing yang
menderita ICH.
Pada anjing yang
pulih, biasanya makan dengan baik namun pertumbuhan badan berjalan
lambat. Tujuh sampai sepuluh hari setelah gejala akut mulai hilang,
sekitar 25 % anjing yang pulih akan mengalami kekeruhan (opasitas)
kornea dan bisa hilang secara spontan.
Diagnosa
Diagnosa
ditetapkan berdasarkan kejadian perdarahan mendadak dan bertambah
lamanya waktu beku darah. Diagnosa dipastikan dengan isolasi virus,
immonoflourescens atau ditemukan badan-badan inklusi yang khas di dalam
sel-sel hati.
Pencegahan dan Pengobatan
Transfusi
darah mungkin diperlukan pada anjing yang menderita parah, disamping
tambahan dekstrosa 5 % dalam larutan garam isotonik hendaknya diberikan
secara intravena. Pada anjiing yang waktu beku drahnya lambat, pemberian
cairan subkutan sangat berbahya.
Antibiotik
spectrum luas dapat diberikan seperti tetrasiklin selama perkembangan
gigi (fetus menjelang kelahiran, baru lahir, tahap awal kelahiran) bisa
menyebabkan perubahan warna gigi dan sebaiknya obat ini tidak diberikan
pada anjing sebelum gigi tetapnya tumbuh.
Untuk
mencegah penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi dan pemberian vaksin
sering dikombinasi dengan vaksin lainnya. Imunisasi terhadap ICH
disarankan dilakukan pada saat melakukan imunisasi terhadap distemper
anjing.
2. LEPTOSPIROSIS PADA ANJING
Nama lain: Tifus anjing, Penyakit Stuttgart, Ikterus Menular
Etiologi
Infeksi
biasanya disebabkan oleh virus leptospira dari galur (serovar) canicola
atau copenhageni yang merupakan kelompok sera ikterohemoragi. Disamping
itu galur Pomona, grippotyphosa dan ballum telah diisolasi dari
anjing-anjing di Amerika Serikat.
Infeksi
karena canicola atau copenhageni diketahui menyerang banyak populasi
anjing. Galur copenhageni sering menyababkan leptospirosis tipe hemoragi
dan ikterus. Tikus coklat merupakan reservoir utama copenhageni di
Amerika, sedangkan anjing menjadi reservoir untuk galur canicola.
Gejala Klinis
Masa
inkubasi 5-15 hari dan anjing terserang bisa dari berbagai tingkatan
umur. Pada penyakit yang mendadak gejala yang terlihat adalah kelesuan,
anoreksia, muntah, demam 39,5-40,5 °C dan disertai konjungtivitis
ringan. Dalam beberapa hari berikutnya suhu turun dengan tajam, hewan
menjadi depresi, sulit bernafas dan kehausan. Pada kebanyakan anjing,
ikterus (kekuningan) dengan berbagai tingkatan menjadi tanda awal dari
penyakit.
Anjing yang
menderita lebih parah akan memperlihatkan depresi yang dalam dan tremor
otot disertai suhu tubuh menurun perlahan sampai mencapai suhu 36 °C,
muntah dan berak berdarah (gastroenteritis hemoragi), nefritis akut,
mata cekok dan pembuluh darah konjungtiva penuh terisi darah.
Kematian
biasanya disebabkan oleh kegagalan ginjal dan umumnya terjadi 5-10 hari
setelah kemunculan penyakit. Mortalitas mencapai 10 %. Kasus kronis
mengkibatkan nefritis interstitial dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Diagnosa
Diagnosa penyakit didasarkan pada gejala klinis dan temuan-temuan nekropsi, histologist dan pemeriksaan serologis.
Pencegahan dan Pengobatan
Untuk
mengurangi kemungkinan tertular leptospira pemilik hewan disarankan
melakukan pengendalian terhadap rodensia dan selalu mengikat anjingnya,
dikandangkan dan melakukan vaksinasi setiap 6-8 bulan untuk memberikan
titer protektif kepada anjing-anjing yang beresiko tinggi seperti anjing
berburu, anjing pemacek dan anjing untuk pertunjukan. Anjing yang sring
kontak dengan satwa liar divaksinasi dengan bakterin yang mengandung
antigen grippotyphosa dan Pomona.
Pengobatan
dengan antibiotik untuk infeksi akut seperti tetrasiklin, doxycyclin
dan streptomisin. Doxycyclin lebih baik digunakan dibandingkan dengan
tetrasiklin pada pasien yang menderita nefritis akut. Dehidrasi dan
asidosis diterapi engan memberikan larutan laktat 0,17 M diberikan
sendiri-sendiri atau bersama dengan larutan dextrose dan vitamin B dosis
tinggi.
3. CANINE PARVOVIRUS PADA ANJING
Canine
parvovirus merupakan penyakit yang penting pada anjing karena
menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian
ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan peternakan
anjing komersial.
Etiologi
Penyakit
ini disebabkan oleh Canine Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga
Parvoviridae. CPV merupakan virus menular tanpa amplop, memiliki asam
nukleat berantai tunggal, polarisasi positif dan berdiameter 20-28 nm.
Patogenesa
Penularan
penyakit biasanya melalui dua jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar
plasenta. Setelah mengalami replikasi di beberapa organ limfoid primer
seperti thymus dan tompok Payer, virus selanjutnya menyebar ke berbagai
organ tubuh melalui peredaran darah, misalnya tonsil dan usus halus
dengan derajat keparahan yang hebat pada organ-organ limfoid.
Pada
percobaan laboratorium, viremia dapat dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2
pascainfeksi diikuti oleh viremia hari ke-3 sampai ke-5 pascainfeksi.
Ekskresi virus umumnya dimulai pada hari ke-3 pascainfeksi disertai
dengan kemunculan antibodi pada hari ke-4 dan mencapai konsentrasi
maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi. Peningkatan antibodi serum
memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus
dan pemulihan kesehatan individu.
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Infeksi
CFV pada anjing ditemukan di banyak Negara di dunia, sejak kejadian
wabah di Australia dan Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978.
Cara Penularan
Penularan
melalui jalur mulut-anus adalah yang paling umum, yang mungkin
merupakan hasil dari kontak dengan bahan tercemar seperti kandang,
pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi juga dapat dihasilkan
melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah dan
intra-uterine.
Morbiditas dan Mortalitas
Morbiditas
CPV enteritis umumnya tinggi namun mortalitasnya rendah. Pada
anjing-anjing muda mortalitasnya 10-12 % atau dapat mencapai 50 %. Pada
anjing dewasa 1-2 %.
Pada CPV
miokarditis yang pada awal kemunculannya mencapai 50 %, penurunan angka
mortalitas dan morbiditas dari CPV miokarditis disebabkan oleh tingginya
titer antibodi pada hewan bunting yang mungkin mencegah mereka dari
infeksi. Semakin banyak induk yang memiliki titer antibodi tinggi maka
semakin sedikit kasus infeksi yang muncul pada anjing-anjing muda.
Gejala Klinis
Gejala
klinis yang dapat timbul dari penyakit ini dikenal 2 jenis yaitu
enteritis berdarah dan miokarditis nonsupuratif. Kematian mendadak pada
anjing berumur di bawah 8 minggu merupakan gejala klinis yang paling
sering ditemukan pada kasus miokarditis non supuratif akut. Kegagalan
jantung sub akut disertai gangguan pernafasan dan seringkali disertai
kematian dalam waktu 24-48 jam dapat terjadi pada anjing berumur diatas 8
minggu. Pada anjing remaja dan dewasa dapat terjadi kegagalan jantung
kongestif disertai kerusakan otot jantung.
Berdasarkan
derajat keparahannya, CPV enteritis dibedakan atas 3 jenis yaitu
sedang, akut dan perakut. Mencret dan muntah disertai bau khas dan
perdarahan merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada anjing
penderita. Gejala lainnya berupa lesu, penurunan nafsu makan,
leucopenia, demam dan dehidrasi.
Pada
penderita per akut dapat terjadi kematian segera, sementara pada kasus
sedang mungkin terjadi kesembuhan dalam beberapa minggu. Infeksi
menyeluruh yang gejalanya serupa dengan sindroma ataksik pada kucing
namunkejadiannya sangat jarang.
Diagnosa
Penyakit ini didiagnosa berdasarkan gejala klinis, patologis, identifikasi virus dan penentuan antibody spesifik.
Secara
laboratorium, identifikasi virus dilaksanakan melalui pemanfaatan
berbagai metode yang ada seperti histopatologi, isolasi virus pada
biakan sel, uji hemaglutinasi, pewarna imun, elektronmikroskopi, uji
ELISA dan biakan molekuler.
Sementara
metode serologi yang digunakan untuk mendiagnosa CPV meliputi uji
hambatan hemaglutinasi, hemolisis radial, netralisasi, flouresensi,
radio imun, fiksasi komplemen dan presipitasi imun serta ELISA.
Pencegahan dan Pemberantasan
Diare
dan muntah secara berlebihan berpengaruh sangat buruk bagi hewan
penderita CPV enteritis. Anjing seringkali mati karena dehidrasi.
Pemberian larutan garam dan gula faali akan sangat membantu penderita
untuk melewati masa kritis yang biasanya berlangsung 2-5 hari.
Pemberian
vitamin dan gizi yang baik, penempatan pasien pada ruangan yang hangat
dan nyaman serta pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi sekunder
sangat dianjurkan.
Pencegahan
dilakukan melalui desinfeksi alat dan bahan tercemar, perbaikan status
gizi dan kesehatan hewan serta pelaksanaan program imunisasi secara
teratur. Penggunaan formalin, fenol dan Na-hipoklorit untuk fumigasi
atau penyemprotan dapat menekan kasus infeksi baru.
4. DISTEMPER ANJING
Distemper
anjing adalah penyakit anjing yang sangat menular pada anjing dan
karnivora lainnya. Distemper anjing merupakan penyakit viral yang paling
umum pada anjing dan sedikit anjing yang benar-benar terisolasi tidak
terpapar atau terinnfeksi oleh virus ini.
Etiologi
Penyakit
ini disebabkan oleh Morbilivirus. Virus distemper digolongkan ke dalam
keluarga besar Paramyxoviridae dan berkerabat secara antigenik dan
biofisik dengan virus campak (measles) manusia dan virus sampar sapi
(rinderpest).
Virus ini
tersusun atas RNA, bentuk simmetri helical, beramplop, virus ini agak
labil dan aktifitasnya dapat dirusak oleh panas, kekeringan, deterjen,
pelarut lemak dan desinfektan.
Patogenesa
Virus
distemper anjing terutama ditularkan secara aerosol dan droplet
infektif yang berasal dari sekresi tubuh hewan penderita sehingga
infeksi menyebar sangat cepat diantara anak-anak anjing yang peka.
Gambaran umum yang ditimbulkan oleh virus ini adalah suatu keadaan
tertekannya kekebalan (imunosupresif).
Tertekannya
kekebalan karena terjadinya perbanyakan virus di dalam jaringan
limfoid selama masa inkubasi. Gejala-gejala yang khas distemper akut
biasanya muncul bila anjing penderita distemper berhasil menekan
kekebalan anjing terinfeksi tersebut.
Infeksi
ikutan oleh bakteri sebagai akibat telah tertekannya kekebalan anjing
kerap mendorong munculnya sejumlah gejala klinis yang menyertai
distemper. Disamping itu infeksi bakteri juga akan memperbesar tingkat
mortalitas. Selain terjadinya infeksi ikutan oleh bakteri, kejadian
toksoplasmosis, koksidiosis, enteritis viral dan infeksi mikoplasma yang
bersamaan dengan infeksi distemper akan memperparah akibat penekanan
system kekebalan pada anjing penderita.
Gejala Klinis
Masa
inkubasi sampai munculnya gejala klinis distemper akut biasanya 14-18
hari. Setelah anjing terpapar dan terinfeksi, akan terjadi demam singkat
dan leucopenia yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-7 tanpa munculnya
gejala klinis. Suhu tubuh akan kembali normal pada hari ke-7 dan ke-14,
setelah itu suhu tubuh akan naik untuk kedua kalinya disertai
konjungtivitis, rhinitis, batuk, diare, anoreksia, dehidrasi dan
penurunan berat badan.
Leleran
okulonasal yang mukopurulen dan pneumonia sering terjadi sebagai akibat
infeksi ikutan oleh bakteri. Kuman Bordetella bronchiseptica umum
ditemukan pada anjing distemper. Tutul-tutul kemerahan pada kuliit yang
kemudian berkembang menjadi pustule bisa ditemukan, khususnya pada
abdomen.
Gejala-gejala
terjadinya ensefalitis bisa muncul dengan beragam bentuk. Mioklonus atau
mengerejatnya otot tanpa dikendali anjing tampak mendadak seperti
mengunyah permen karet, ataksia, inkoordinasi, berpusing-pusing,
hyperesthesia, kekakuan pada otot, selalu merasa ketakutan dan kebutaan
menjadi gejala-gejala syaraf yang paling umum dijumpai pada penderita
distemper.
Selain distemper
menyebabkan ensefalitis akut dan subakut, distemper juga menimbulkan
bentuk ensefalitis kronis dengan gejala meliputi inkoordinasi, kelemahan
kaki belakang, matanya tidak tanggap terhadap suatu ancaman benda baik
unilateral maupun bilateral, kedudukan kepala miring, nistagmus,
paralisis wajah, tremor kepala tanpa disertai mioklonus. Bentuk lain
ensefalitis kronis adalah “old dog encephalitis” dengan gejala klinis gangguan penglihatan dan kurang tanggapnya mata terhadap ancaman suatu benda secara bilateral.
Diagnosa
Diagnosa
distemper akut dan subakut biasanya berdasarkan riwayat penyakit dan
gejala klinis. Pemeriksaan oftalmoskopik bisa melacak terjadinya
chorioretinitis dengan daerah degenerasi berwarna abu-abu sampai merah
muda pada tapetum atau fundus nontapetum dalam suatu kejadian penyakit
yang akut.
Suatu diagnosa pasti
yang dibuat dengan melacak keberadaan virus distemper pada sel-sel
epitel dengan pemeriksaan zat kebal berpendar (fluorescent antibody) atau dengan mengisolasi virus.
Pencegahan dan Pengobatan
Obat-obat
antivirus atau bahan-bahan kemoterapetika yang bisa dimanfaatkan untuk
pengobatan yang spesifik untuk anjing distemper hingga kini belum
tersedia. Antibiotic spectrum luas bisa diberikan untuk mengendalikan
infeksi bakteri ikutan, disamping pemberian cairan elektrolit, vitamin B
dan suplementasi nutrisi untuk suatu terapi suportif.
Selain
itu pemberian vitamin C dan dietil ether bermanfaat dalam pengobatan
distemper. Pemberian Dexamethasone dilaporkan memberikan sejumlah
manfaat dalam mengobati anjing pasca distemper yang disertai
gejala-gejala syaraf pemberian vaksin distemper MLV (modified live
virus) secara intravena memberikan hasil yang baik.
Untuk
pencegahan dilakukan vaksinasi dengan vaksin MLV. Dosis tunggal vaksin
distemper MLV memberikan kekebalan anjing-anjing yang tidak memiliki
zat kebal terhadap distemper dan peka terhadap penyakit ini.
Dengan
vaksinasi sekitar 50 % anak anjing bisa dikebalkan terhadap distemper
saat berumur 6 minggu, sekitar 75 % saat berumur 9 minggu dan lebih dari
95 % di atas usia 13 minggu. Vaksinasi diberikan pada anjing saat
berumur 5-7 minggu diikuti pemberian vaksin dengan selang pemberian 3-4
minggu hingga berumur 14 minggu dan vaksin ulangan setiap tahun. Jadwal
seperti demikian akan memberikan kekebalan anjing terhadap distemper dan
titer kebal akan bertahan lama setelah terjadinya tanggapan terhadap
vaksinasi ulangan (booster).
5. RABIES
Penyakit
Rabies adalah penyakit menular dan bersifat zoonosis, dapat menulari
manusia melalui gigitan hewan perantara yang terinfeksi rabies (HPR).
Hewan penderita rabies menyerang apa saja yang ada di dekatnya, termasuk
manusia yang dianggap mengganggu. Rabies ini menyerang susunan syaraf
pusat yang ditandai dengan gejala syaraf, photopobia, agresif,
hydrophobia dan biasanya diakhiri kematian. Semua hewan berdarah panas
termasuk manusia sangat peka terhadap virus ini.
Etiologi
Penyebab rabies adalah virus yaitu genus Rhabdovirus.
Cara Penularan
Rabies
menyebar melalui kontak langsung terutama gigitan, air liur yang
mengandung virus masuk melalui luka gigitan. Selanjutnya virus tersebut
masuk ke dalam tubuh menuju otak, dan kemudian dari otak ke kelenjar
ludah melalui syaraf sentrifugal serta ke pankreas.
Gejala Klinis
Gejala penyakit rabies dapat dikelompokkan menjadi 3 stadium penyakit:
a. Stadium I (taraf prodromal atau melankolik)
Pada
stadium ini anjing terlihat berubah sifat dari biasanya. Anjing yang
biasanya lincah tiba-tiba menjadi pendiam, pada yang tenang menjadi
gelisah, menjadi penakut, bersifat dingin tetapi agresif. Kadang-kadang
terlihat lemas, malas, nafsu makan berkurang, temperatur tubuh agak
naik, senang bersembunyi ditempat gelap dan teduh. Tidak menurut
perintah atau panggilan pemiliknya. Terlihat geram (gigi mengkerut-kerut
seperti mau menggigit sesuatu, kadang lari kian kemari bila terkejut
berusaha menggigit.
b. Stadium II (taraf eksitasi)
Pada
stadium ini anjing menjadi lebih agresif, dan gejala klinis dapat
berubah dalam setengah hari sampai tiga hari, gejala iritasi berubah
menjadi kegeraman. Takut sinar dan air, senang bersembunyi di bawah
kolong, senang memakan benda-benda asing (misalnya: besi, kayu, batu,
jerami, dll). Bila dirantai akan berusaha berontak menggigit rantai agar
bisa lepas, menggonggong dan suaranya berubah lebih parau,
kadang-kadang suaranya seperti lolongan serigala, karena terjadi
kelumpuhan ototnya, kesulitan menelan.
Bila
anjing itu lepas dia akan melarikan diri dan berjalan terus sepanjang
hari dan bila diganggu akan menyerang apa saja, berakhir dengan
kelelahan dan sempoyongan. Kejang-kejang, telinga lebih kaku, ekor
menjadi lebih kaku dan menjulur ke bawah selangkang.
c. Stadium III (taraf paralisis)
Stadium
ini ditandai dengan kelumpuhan yang berlanjut pada otot bagian kepala
sehingga terlihat mulut saling menutup, lidah terjulur terus sehingga
air liurnya selalu menetes, menggantung dan berbusa, mata menjadi agak
juling atau melotot, kelumpuhan melanjut pada otot-otot tubuh sehingga
terlihat sempoyongan, kejang-kejang, koma dan antara 2-4 hari kemudian
mati karena kelumpuhan pada otot pernafasannya.
Bila
anjing dicurigai menderita rabies, maka anjing demikian jangan
dipegang. Dalam banyak hal gejala klinis tidak lengkap, dalam 20%
kejadian stadium eksitasi atau tidak terlihat/sangat pendek dan stadium
paralisis mulai terlihat tanpa gejala-gejala yang mendahuluinya. Di
negara dimana rabies sudah lama dikenal maka tiap-tiap gigitan anjing
harus dicurigai dan orang yang digigit harus dirawat menurut petunjuk
WHO.
Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan
- Melakukan program vaksinasi rabies secara teratur setahun sekali ke Dinas Peternakan atau dokter hewan terdekat.
-
Pemeliharaan anjing sebaik mungkin, pengamatan sifat kebiasaan
sehari-hari, bila terlihat perubahan-perubahan secara mendadak dalam
sifat-sifatnya segera diperiksakan ke dokter hewan praktek terdekat.
- Sebaiknya anjing tidak selalu dibiarkan berkeliaran di luar rumah tanpa dapat dikendalikan.
- Anjing yang dicurigai atau agak berubah perangainya sebaiknya diisolir dan jangan dicampur dengan anjing lain.
- Karena ganas dan berbahayanya rabies, maka pencegahan dan pemberantasannya harus dilakukan secara intensif dan sedini mungkin.
Pemberantasan
Pemberantasan rabies di Indonesia hendaknya berdasarkan:
1. Menyadarkan masyarakat tentang arti rabies dan mengikutsertakan umum dalam kampanye pemberantasan rabies.
2. Eliminasi anjing liar sebagai vektor utama yang menyebarkan virus rabies.
3. Vaksinasi.
Perawatan manusia yang digigit oleh anjing atau yang dicurigai menderita rabies:
Kemungkinan tertular rabies sesudah digigit anjing tergantung pada beberapa faktor:
1. Adanya virus dalam air liur. Hal ini ditemukan sebanyak 30-40% pada anjing gila.
2.
Sifat luka. Luka datar dan mengeluarkan banyak darah lebih baik
daripada luka gigitan dalam. Luka disebabkan oleh cengkeraman kucing
dianggap sangat berb ahaya karena sifat kerusakan jaringan dan oleh
karena kuku kucing biasanya ditulari virus dengan saliva. Umumnya
manusia sering ditulari oleh anjing dan jarang oleh kera atau kucing.
3.
Tempat luka. Luka-luka pada muka lebih berbahaya daripada luka tangan
dan kaki. Yang penting dalam hal ini ialah jarak antara luka dan sistem
saraf pusat disamping inervasi setempat. Bila orang digigit anjing atau
yang dicurigai gila maka yang penting pada terapi adalah perawatan luka.
Langkah-langkah pertama yang perlu dilakukan apabila orang digigit anjing:
1.
Luka akibat gigitan dibiarkan mengeluarkan darah yang banyak, kemudian
luka dibersihkan dengan air sabun atau detergen, lalu bilas dengan air
bersih dan selanjutnya luka didesinfeksi dengan basa amonium kuartener
0,1%, bisa juga dengan alkohol 70% atau tintur yodium. Virus dalam luka
dapat dinetralisir dengan suntikan infiltrasi jaringan di sekitar luka
dengan serum imun atau menghamburkan bedak desinfektan dalam luka.
2. Segera mungkin berobat ke dokter atau Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya.
3.
Laporkan segera pada petugas Dinas Peternakan atau yang berwenang
melaksanakan fungsi kesehatan hewan setempat tentang anjing yang
menggigit (alamat dan pemiliknya).
6. Infeksi Herpesvirus Pada Anjing
Penyakit
ini menyebabkan kematian yang tinggi pada anak anjing yang baru lahir
dan dikenal juga dengan nama Neonatal canine herpesvirus infection dan
Fading puppy syndrome. Pada anjing dewasa virus menyebabkan infeksi
laten. Agen penyebab untuk pertama kali diisolasi di USA dalam tahun
1965 dari anak anjing baru lahir dan mati. Sesudah itu virus ditemukan
di banyak negara Eropa.
Etiologi
Hingga
sekarang hanya dikenal satu virus herpes pada anjing yang dinamakan
canine herpesvirus (CHV) yang termasuk herpesvirus golongan A. CHV
bereplikasi dalam biakan sel anjing, menimbulkan CPE dan membentuk badan
inklusi intranuklear.
Gejala Klinis
Pada
anak anjing baru lahir infeksi berlangsung dengan generalisasi dan
umumnya berakhir dengan kematian. Pada anak anjing yang lebih tua dan
dewasa infeksi umumnya berlokalisasi pada jalan pernafasan bagian depan
dan pada alat kelamin.
Infeksi
pada anak anjing baru lahir terlihat sebagai diare dengan feses
berwarna kuning-hijau, dan terjadi 7-10 hari sesudah lahir. Anjing juga
nampak lesu, muntah-muntah, tidak mau menyusu dan meraung-raung. Perut
sering nyeri bila dipalpasi dan anak anjing mati dengan tanda-tanda
sesak nafas. Sekali-kali timbul, sekonyong-konyong kematian tanpa
didahului gejala-gejala yang dilukiskan. Umumnya dalam 14 hari semua
anak anjing yang seumur mati. Anak anjing yang lebih tua infeksi
bermanifestasi sebagai gangguan jalan respirasi bagian muka, yakni
batuk-batuk dan leleran hidung.
Pada
anjing betina virus menimbulkan jejas-jejas vesikuler pada traktus
kelamin yang dapat menyebabkan abortus sebelum waktunya. Juga infeksi
berulang pada selaput lendir vulvva dan vagina dapat ditimbulkannya.
Diagnosa dan Diagnosa Banding
Diagnosa
dibuat berdasarkan anamnesa dan gambaran seksi. Septikemi bakteril dan
hepatitis contagiosa canis dapat menyebabkan kematian dini pada anak
anjing muda.
Pemberantasan
Sampai sekarang pemberantasan untuk penyakit ini belum ada.
7. Papilomatosis (Penyakit Kutil, Warts, Infectious Verrucae)
Papilomatosis
adalah penyakit viral yang menular pada hewan muda dan disertai
pertumbuhan liar pada kulit atau selaput lendir. Penyakit ini banyak
ditemukan pada banyak jenis hewan.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang tergolong dalam papilomavirus. Virus tersebut mempunyai sifat resisten.
Gejala Klinis
Penyakit
kutil pada anjing hendaknya dianggap lebih serius daripada
papilomatosis jenis hewan lain, karena pertumbuhan-pertumbuhan ini
terutama berkembang di dalam mulut. Sesungguhnya tumor sendiri bersifat
tenang tetapi lokasinya sangat mengganggu. Masa inkubasi 1-2 bulan.
Penyakit ini sangat menular dan terutama menyerang anjing muda. Dalam
suatu kennel biasanya semua anjing dapat tertular.
Kutil-kutil
mulai tumbuh di bagian luar bibir sebagai benjolan-benjolan kecil,
pucat dan kasar. Sesudah itu secara cepat terbentuk kutil-kutil pada
selaput lendir, bibir, pipi, langit-langit, lidah bahkan pada selaput
lendir faring.
Pertumbuhan-pertumbuhan
itu menyerupai sebongkah kol kembang. Dalam kasus-kasus yang peka
mengunyah dan menelan dipersulit. Biasanya mulut anjing berbau karena
sebagian makanan tertimbun diantara tumor-tumor. Dalam kebanyakan hal
penyembuhan spontan berlangsung dalam beberapa bulan.
Patogenesis dan Imunologi
Infeksi
biasanya terjadi karena infeksi virus dari luar memasuki kulit. Pada
tempat masuk itu terjadi fibro-papiloma. Kemudian penyebaran berlangsung
melalui aliran darah dan pada lokalisasi di sekitar vena jugularis.
Papiloma umumnya terdiri dari jaringan mesenkim dan epidermis, pada sel
basal dan fibroblas hanya sedikit virus ditemukan.
Bila
kutil-kutil telah menghilang secara spontan maka terjadilah imunitas
yang mencegah reinfeksi. Kekebalan ini berdasarkan imunitas selular.
Diagnosa
Diagnosa
didasarkan pada pemeriksaan klinis dan histologis. Kutil-kutil pada
puting susu dapat disamakan dengan lesi cacar. Bila perlu digunakan tes
presipitasi dan mikroskop elektron.
Pemberantasan
Papilomatosis
dapat diberantas dengan melakukan vaksinasi, dan yang sering digunakan
adalah suspensi formalin yang dibuat dari kutil-kutil. Vaksinasi
pencegahan menimbulkan kekebalan selama 6 bulan. Hasil yang dicapai oleh
vaksinasi preventif dan kuratif sulit dievaluasi karena kemungkinan
penyembuhan secara spontan.
8. DEMODEKOSIS PADA ANJING
Penyakit
kulit Demodekosis merupakan penyakit kulit pada anjing yang paling
sulit diberantas atau disembuhkan secara total. Hal ini disebabkan
karena parasit ini lebih senang hidup pada pangkal ekor (folikel) rambut
anjing dan tidak pada permukaan kulit seperti penyakit kulit lainnya.
Parasit demodekosis semua stadium, dari telur, larva, nympha, tungau
(parasit dewasa) menghuni folikel rambut dan kelenjar lemak penderita,
sehingga penyembuhannya makin sulit dan tidak bisa tuntas. Pengobatannya
harus kontinyu dan tekun agar benar-benar sembuh dan tidak kambuh
kembali.
Demodekosis
merupakan penyakit peradangan kulit yang disertai keadaan
imunodefisiensi dan dicirikan dengan demodeks yang berlebihan dalam
kulit.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh tungau Demodex canis. Merupakan bagian dari fauna normal kulit anjing dan jumlahnya sangat sedikit pada anjing sehat.
Siklus
hidup tungau seluruhnya berlangsung pada kulit dan berada dalam folikel
rambut namun kadang-kadng kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat
apokrin. Untuk mempertahankan hidupnya tungau memakan sel-sel (dengan
mmenggerogoti bagian epitel dan merusak ke dalam kelenjar asini).
Ada 2 tipe demodekosis yang dikenal yaitu demodekosis local dan demodekosis general.
Demodekosis
Lokal, atau demodekosis skuamosa berupa aplopesia melingkar pada satu
atau beberapa tempat berukuran kecil, eritema, daerah tersebut bersisik
dan mungkin saja tidak nyeri atau nyeri, kebanyakan ditemukan pada wajah
dan kaki depan. Sifat penyakit ini kurang ganas dan kebanyakan kasus
ini bisa pulih secara spontan.
Demodekosis
General, biasanya berawal dari lesion local dan bila lesion tidak
mengalami pengurangan secara spontan atau mendapat perawatan memadai
akan menjadi lesio yang meluas.
Cara Penularan
D.
canis merupakan penghuni normal kulit. Penularan terjadi karena kontak
langsung dari induk ke anak-anaknya yang sedang menyusui selama dua
sampai tiga hari masa-masa awal kehidupannya. Tungau bahkan sudah bisa
ditemukan pada folikel rambut anak anjing yang baru berumur 16 jam.
Tungau
pertama kali ditemukan pada pipi (muzzle) anjing, hal ini menunjukkan
betapa pentingnya kontak langsung saat menyusui agar tungau bisa
ditularkan.
Anak anjing yang
dilahirkan dengan bedah Caesar dan dibesarkan jauh dari induknya tidak
memiliki tungau pada kulitnya, hal ini menunjukkan bahwa penularan tidak
terjadi di dalam uterus. Begitu juga tidak ditemukan pada kulit anak
anjing yang baru dilahirkan.
Gejala Klinis
Demodekosis Lokal.
Sebidang kecil kulit mengalami eritema local dan alopesia sebagian.
Bisa saja terjadi pruritis atau bahkan tidak gatal, dan daerah tersebut
mungkin saja ditutupi oleh sisik-sisik kulit yang berwarna keperakan.
Tempat
kerusakan kulit yang paling sering adalah pada wajah khususnya di
daerah sekeliling mata (periokuler) dan pada sudut mulut (komisura).
Kerusakan berikutnya pada kaki depan. Kebanyakan anjing yang berumur 3
sampai 6 bulan dapat sembuh sendirinya tanpa pengobatan, namun sejumlah
kasus bisa berkembang menjadi bentuk general.
Demodekosis General.
Biasanya sifat penyakit sangat parah dan dapat berakhir dengan
kematian. Penyakit diawali sebagai demodekosis local, kemudian
berkembang dan bertambah parah. Sejumlah lesion muncul pada kepala,
kaki, badan. Setiap makula yang terjadi akan meluas dan membuat
kerontokan-kerontokan kulit meluas.
Tungau
yang berkembang di dalam akar rambut akan menyebabkan terjadi
folikulitis. Apabila pyoderma sekunder memperparah keadaan lesion ini,
oedema dan keropeng akan menggantikan kerontokan rambut sebelumnya
menjadi plaques. Bila folikulitis terjadi dan menghasilkan eksudat akan
terbentuk keeropeng yang tebal.
Diagnosa
Penyakit
ini dapat didiagnosa dengan pemeriksaan kerokan kulit yang kemudian
dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi
kulit. Melalui biopsy kulit dapat diketahui tingkatan perifolikulitis,
folikulitis dan furunkulitis. Folikel rambut yang menderita akan
dipenuhi oleh tungau demodeks.
Diagnosa Banding
Adanya tungau tidak sulit diungkap dengan pengerokan kulit, karenanya demodekosis jarang dikelirukan dengan penyakit lain.
Pyoderma
biasanya mirip demodekosis, dan setiap folikulitis hendaknya selalu
dicurigai akan adanya demodekosis. Infeksi dermatofita biasanya
menyerupai kerontokan rambut demodekosis lokal.demodekosis dapat
dikelirukan dengan abrasi dan jerawat (acne) pada wajah anjing muda.
Dermatitis
seborrheik local sangat mirip dengan demodekosis local, demikian juga
pemfigus kompleks dan epidermolisis belosa simppleks yang merupakan
lesion pada wajah bisa dikelirukan dengan demodekosis.
Pengobatan
Demodekosis
local dapat diobati dengan pengobatan topikal dengan salep rotenone
ringan (good winol ointment) atau lotion lindane dan benzyl benzoale
yang diusapkan pada daerah-daerah yang mengalami kebotakan.
Pada
demodekosis yang sudah bersifat general tidak mudah untuk diobati, dan
memerlukan waktu sehingga penyakit ini bisa dikendalikan namun tidak
selalu dapat disembuhkan. Pengobatan yang dapat diberikan yaitu amitraz
(mitaban) yang diaplikasikan dengan memandikan anjing dan dilap dengan
larutan amitraz. Terapi lainnya apabila amitraz tidak berhasil yaitu
menggunakan senyawa organofosfat ronnel, larutann Trichlorfon (negovon) 3
% dengan memandikan anjing.
Apabila
pustula terjadi bersamaan dengan demodekosis general perhatian
hendaknya diberikan terhadap adanya infeksi ikutan bakteri, dan yang
paling sering menginfeksi adalah Staphylococcus aureus. Obat yang paling
efektiif adalah cephalosporin, eritromisin, lincomisin dan
chloramfenikol.
9. CACING JANTUNG (Dirofilaria immitis) Pada Anjing
Dirofilaria immitis
khususnya pada anjing telah banyak diketahui dan dilaporkan, baik yang
menyangkut epidemiologi, sifat penyakit, siklus hidup dan penularan,
sifat antigen, interaksi parasit dan inang, teknik diagnostic dan terapi
pengobatannya.
Siklus Hidup D. immitis
Nematoda
Filaria, Dirofilaria immitis dikenal juga sebagai Filaria sanguinis
atau Dirofilaria lousianensis, merupakan suatu cacing dari genus
Dirofilaria penyebab Canine Heartworm Disease (CHD) pada anjing dan
Human Pulmonary Dirofilariasis (HPD) atau Tropical Pulmonary
Iosinophilia pada manusis.
Cacing
dewasa ini umumnya terdapat pada anjing hampir di seluruh dunia,
khususnya di daerah subtropis dan tropis. Infeksi alami pada anjing
sehat diawali oleh gigitan nyamuk Anopheles dan Culex yang membawa larva
microfilaria infektif stadium 3 (L3). Larva tersebut kemudian
berkembang di dalam jaringan subkutan dan fasia intramuskuler penderita
selama kurang lebih 2 bulan kemudian menjadi bentuk “immature” dan mulai
migrasi ke ventrikel kanan jantung dan arteri pulmonalis. Pematangan
atau maturitas cacing terjadi setelah 6-8 bulan pascainfeksi. Cacing
betina menjadi cacing dewasa dan menghasilkan microfilaria yang dapat
ditemukan dalam darah.
Kesempurnaan
siklus hidup D. immitis terjadi ketika nyamuk lainnya menghisap
microfilaria baru bersamaan dengan mengambil atau menghisap darah dari
anjing penderita.
Patogenesa
Pada
kasus CHD dijumpai perubahan patologis yang cukup luas khususnya pada
paru-paru dan arteri pulmonalis. Perubahan ini disebabkan oleh reaksi
inang terhadap antigen D. immitis dan terhadap kejadian sekunder seperti
trombosis. Tanda-tanda imflamasi menggambarkan keseluruhan respons
inang terhadap lesi. Gejala utama peningkatan aliran darah ke tempat
infeksi.
Pembengkakan dan
kesakitan sebagai hasil aktivitas biologis berbagai system imflamasi
yaitu system kaskade komplemen, jalur koagulasi bergantung faktor
Hageman, aktivitas kinin, mediator kimia dari sel-sel mast dan basofil,
produk metabolism asam arakhidonat serta kelebihan lemak. Aktivitas dan
sekresi mediator-mediator ini menyebabkan perubahan permeabilitas
pembuluh darah dan direkrutnya sel-sel sekreton yang berasal dari local
dan sirkulasi untuk turut berpartisipasi dalam proses imflamasi.
Gejala Klinis
Banyak
anjing dan karnivora yang terinfeksi D. immitis sering tidak
memperlihatkan gejala klinik (subklinik), kecuali ditemukan adanya
microfilaria dalam darah. Pada tahap awal (infeksi ringan) timbul gejala
pernafasan lambat dan kelesuan.
Pada
kasus berat muncul tanda-tanda gangguan sirkulasi akibat gangguan
mekanik dan endarteritis progresif. Ednokarditis, thromboemboli dan
demam dilaporkan terjadi pada kasus berat. Pada kasus dimana terdapat
cacing dewasa dalam jumlah cukup banyak, penderita akan menunjukkan
gangguan fungsi katup jantung terutama bila cacing berada di dalam
atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis ketiga bagian atas.
Jantung kanan menderita dilatasi dan hipertrofi. Keadaan ini menyebabkan
pembendungan vena disertai sirosis hati dan asites.
Kematian
sering terjadi karena terjadinya emboli dan tromboemboli karena
terdamparnya D. immitis dewasa yang mati pada daerah percabangan arteri
pulmonalis. Cacing dewasa yang mati menginduksi perubahan arteri
pulmonalis dalam waktu 3-6 minggu. Trombi, proliferasi villi yang
ekstensif dan akibat respons terhadap inflamsi granulomatosa akan
menghambat aliran darah ke lobus kaudalis paru-paru. Sindroma ini
ditandai dengan adanya onset demam, dispnoea, takikardia, hipotensi,
lemah, batuk atau hemoptisis.
Angka anemia pada anjing terinfeksi lebih
tinggi (37%) dibandingkan anjing yang tidak terinfeksi (14 %) dan lebih
banyak pada hewan dengan sindroma vena cava (91 %) dibandingkan dengan
hewan “occult dirofilariasis “ (62,5 %) sedangkan onset anemia hemolitik
dan hemoglobinuria adalah cirri dari sindroma vena cava.
Diagnosa
Secara
klinis, gambaran infeksi D. immitis sangat bervariasi tergantung dari
jumlah microfilaria yang bersikulasi dan jumlah cacing dewasa yang
terdampar di dalam organ tubuh. Berdasarkan anamnesa dijumpai penurunan
berat badan, lemah fisik, batuk spontan, akumulasi cairan subkutan,
temperature badan yang tinggi dengan membran mukosa yang sianosis.
Pada
gambaran rontgen tampak adanya hipertrofi dan dilatasi jantung kanan,
batuk spontan, peningkatan vaskularisasi daerah thoraks, pembendungan
vena dengan asites. Microfilaria hanya mungkin ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan preparat ulas darah segar atau dengan pewarnaan khusus asam
fosfatase yang diambil malam hari.
Untuk
identifikasi microfilaria D. immitis dengan menggunakan Modified
Knott’s Test (MKT). untuk serodiagnosa, suatu teknik immunoassay
terhadap infeksi D. immitis yaitu DIRO-CHECH ® dan ELISA-Ag-Test yang
telah diproduksi secara komersial. Kit ini untuk mendeteksi ada tidaknya
infeksi ringan atau infeksi “occult”.
Diagnosa Banding
D. immitis
harus dibedakan dari cacing subkutan Dipetaloma reconditum yang
memiliki panjang 260-280 mikron dan lebar 6-7 mikron, bentuk ujung
kepala dan ekor yang tumpul dengan ekor “botton hooked”, bergerak maju ke depan. Selain itun dilaporkan juga sebagai diagnosa bandingnya adalah D. repens dan D. dracunculoides.
Pencegahan dan pengobatan
Pada
umumnya tinggi rendahnya tingkat kesuksesan terapi pada kasus D.
immitis pada anjing tergantung kepada tingkat keparahan. Kerusakan
jaringan dimana D. immitis dewasa, hidup atau mati. Untuk pengobatan
Thiacertasamida (preparat arsena) dengan dosis 0,2 ml/kg bb atau 2 mg/
kg bb terbagi atas 2 dosis diberikan secara intravena selama 2-3 hari.
Enam minggu setelah terapi dengan preparat arsena dilanjutkan dengan
eliminasi microfilaria menggunakan Levamizol HCl 10 mg/kg bb/hari selama
15 hari yang diberikan peroral. Dapat juga menggunakan ivermectin dosis
maksimum 6 mg/kg bb dengan interval ulangan 30 hari.
Tindakan
pencegahan dengan melakukan pengendalian vector nyamuk Anopheles dan
Culex. Di Negara-negara 4 musim Diethylcarbamacin (DEC) dengan dosis 5
mg/kg bb/ hari diberikan kepada anjing-anjing anakan memasuki musim
panas, dimana keterpaparan nyamuk cukup tinggi dan pengobatan dihentikan
memasuki musim dingin.
Untuk
kondisi Indonesia, tindakan pencegahan dianjurkan untuk dilakukan
sepanjang tahun, namun jarang dilakukan karena laporan kasus klinik yang
sangat jarang.
10. COCCIDIOSIS
Penyakit
Coccidiosis atau berak darah merupakan penyakit radang usus halus dan
sering menyerang anak anjing. Anak anjing yang terserang adalah anak
anjing umur 1 sampai 8 bulan, sedangkan anjing yang lebih tua atau
dewasa lebih tahan terhadap penyakit ini. Gejala menciri dari penyakit
ini adalah menurunnya nafsu makan, kotoran encer berlendir sampai
berdarah.
Penyakit berak
darah biasanya bersifat kronis, timbulnya penyakit dan berat tidaknya
gejala yang ditimbulkannya tergantung banyak sedikitnya oocyt isospora
yang tertelan. Anak anjing peka terhadap penyakit ini, pada anjing
dewasa tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, tetapi akan menjadi
sumber penularan penyakit permanen (carier).
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah parasit dari golongan Isospora, yaitu Isospora canis dan Isospora bigemina. Parasit ini hidup dan berkembang biak pada usus halus.
Cara Penularan
Penularan
penyakit coccidiosis melalui tertelannya oocyt infektif yang mencemari
makanan, minuman, kandang, alat lainnya yang tidak sengaja terjilat anak
anjing. Oocyt akan masuk dalam perut dan akan menetap pada usus halus
dan menyerang selaput lendir usus halus. Pada selaput usus oocyt akan
tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, kemudian akan menghasilkan
oocyt kembali. Oocyt dari usus akan keluar bersama kotoran anjing. Di
luar tubuh anjing oocyt akan berkembang menjadi oocyt infektif
(mengalami sporulasi) tergantung dari cocok tidaknya kondisi lingkungan,
temperatur dan kelembaban.
Gejala Klinis
Gejala
menciri pada anak anjing adalah berak lunak sampai encer berlendir,
berdarah dari berwarna kecoklatan sampai kemerahan, nafsu makan
berkurang, anjing depresi, lemah, lesu, pucat, anemia, dehidrasi dan
bila diikuti infeksi sekunder akan terjadi demam. Gejala ini sering
terlihat pada anak anjing dan anjing remaja.
Pada
anjing dewasa tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, tetapi bila
diperiksa kotorannya, akan terlihat positif adanya oocyt isospora.
Pencegahan dan pengobatan
Tindakan
pencegahan terhadap penyakit ini adalah menjaga kebersihan kandang,
kandang harus tetap bersih dan kering, kotoran anjing segera
dibersihkan. Penempatan tempat makan dan minum anjing harus diletakkan
pada tempat yang tidak mudah tercemar kotoran anjing.
Selain
itu pemberian makanan yang bergizi dengan kadar protein tinggi, serta
pemberian mineral dan vitamin akan membentuk daya tahan tubuh yang
tinggi terhadap serangan penyakit. Pemberian obat cacing harus diberikan
dan jangan sampai terlambat.
Pengobatan
Bila
anjing mencret encer dan berdarah segera diberikan pengobatan, bisa
dengan pemberian preparat sulfa dan obat-obat antidiare lainnya. Bila
kondisi anjing lemah sekali sebaiknya dibawa ke dokter hewan terdekat
untuk diadakan pemeriksaan yang teliti dan segera diobati seperlunya
(injeksi untuk tambah darah, menghentikan perdarahan dan pemberian
preparat sulfa).
11. Ancylostomiasis (Penyakit Cacing Tambang)
Penyakit ini merupakan penyakit cacingan yang paling banyak menyerang anjing dewasa dan banyak menimbulkan kerugian.
Hamper semua anjing dewasa mengidap penyakit ini dengan jumlah bervariasi, dan derajat gangguan penyakitnya bervariasi juga.
Penyakit
cacing tambang biasanya bersifat kronis dan kematian anjing umumnya
disebabkan oleh adanya infeksi sekunder baik oleh bakteri maupun virus.
Gejala yang menciri dari penyakit ini adalah nafsu makan turun, lesu,
pucat, anemia, bulu kusam, mata berair, bila diikuti infeksi sekunder
terlihat mencret berlendir dan berdarah dan radang paru-paru.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh golongan cacing Ancylostoma sp, biasa disebut cacing tambang atau gelang.
Cara Penularan
Cacing
tambang selalu menyerang pada usus halus, menghisap darah dan
meninggalkan jejas, menimbulkan radang pada usus halus dan pendarahan
sehingga mengakibatkan mencret berdarah.
Bila
telur cacing tambang menetas, larva cacing yang infektif ini dapat
menembus kulit, mengikuti aliran darah sampai ke hati dan paru-paru.
Bila anjing batuk cacing itu akan tertelan masuk ke perut kemudian
berdiam di usus halus, dan selanjutnya di usus cacing menjadi dewasa.
Larva
cacing juga dapat masuk ke dalam kelenjar air susu induk sehingga waktu
induk anjing menyusui akan menularkan pada anaknya yang menyusu. Larva
cacing dapat pula menular melalui makanan yang tertelan anjing lewat
pencemaran pada alas kandang, tempat makanan dan minuman.
Gejala Klinis
Gejala
klinis dari anjing yang menderita ancylostomiasis, yaitu anjing tampak
lesu diikuti dengan nafsu makan yang berkurang. Mata tampak pucat dan
selalu berair, anemia, kurus seperti kekurangan gizi. Yang paling
menonjol adalah perut agak membesar dan lama kelamaan feses encer
(mencret) berlendir sampai berdarah.
Pada
anjing yang diikuti dengan infeksi sekunder yang menyerang saluran
pencernaan maka terjadi radang usus, dicirikan dengan mencret berwarna
coklat sampai merah dan berbau amis. Anjing menjadi sangat kurus dan
dehidrasi dan kadang-kadang diikuti dengan muntah-muntah.
Bila
larva berdiam dalam saluran pernafasan maka dapat mengakibatkan radang
saluran pernafasan, hidung kering dan leleran encer sampai kental
berwarna hijau kekuningan, nafas sesak, mata merah, batuk-batuk, anjing
menjadi lemah, terbaring dan koma serta akhirnya terjadi kematian.
Pencegahan dan Pengobatan
Untuk
menghindari cacing tambang atau infeksi Ancylostoma sp maka program
pemberian obat cacing harus diberikan secara teratur terutama pada
anjing yang dipelihara lebih dari satu. Hal yang selalu diperhatikan
juga adalah kebersihan kandang dan tempat makanan dan minuman anjing.
Pengobatan
terhadap penyakit ini dilakukan apabila anjing penderita diikuti dengan
infeksi sekunder sebaiknya di periksakan ke dokter hewan terdekat untuk
mendapatkan terapi dan rehabilitasi.
12. Ascariasis (Penyakit Cacing Ascaris)
Ascariasis
atau penyakit cacing bulat banyak menyerang anak anjing terutama yang
berumur 1 sampai 5 bulan. Hamper semua anak anjing terserang cacing
Ascaris. Akibat serangan cacing ini tergantung besar kecilnya jumlah
cacing yang menyerang dan menimbulkan gejala nyata. Pada anjing dewasa
agak lebih tahan terhadap penyakit cacingan.
Pada
anak anjing yang menderita batuk-batuk, telah diobati tetapi tidak
sembuh-sembuh maka perlu dicurigai terserang cacingan karena terdapat
larva pada paru-parunya. Hamper 80% pemeriksaan kotoran anak anjing
mengandung telur cacing Ascaris.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing yang termasuk dalam golongan Toxocara.
Cara Penularan
Penularan
biasanya melalui telur cacing yang tanpa sengaja tertelan karena telur
cacing mencemari tempat makanan dan minuman, kandang dan lain-lain.
Penularan juga dapat melalui induk semasa dalam masa kebuntingan, dan
pada waktu anak lahir sudah tertular cacingan.
Proses
penularan pertama kali melalui telur tertelan, kemudian telur menetas
dalam perut. Cacing ini berusaha menembus dinding usus lalu masuk ke
dalam saluran darah dan mengikuti aliran darah sampai di hati. Di hati
cacing ini berusaha menembus hati dan berusaha mencapai paru-paru,
melalui aliran darah paru-paru memecah pembuluh darah kapiler kemudian
masuk sampai ke kantung udara paru-paru. Cacing ini terus melanjutkan
perjalanannya ke saluran pernafasan atas mencapai kerongkongan dan
akhirnya tertelan kembali masuk ke perut dan menjadi dewasa di dalam
usus.
Dalam usus cacing ini
berkembang biak dan juga menimbulkan gangguan pada usus. Parah tidaknya
gangguan penyakit tersebut tergantung dari banyak tidaknya cacing yang
terdapat dalam usus tersebut. Makin banyak cacing dalam perut makin
parah gangguannya.
Gejala Klinis
Pada
anak anjing mula-mula terlihat gejala perut membesar meskipun tidak
banyak makan, anjing terlihat kurang enak pada bagian perutnya,
merengek-rengek, dan pada waktu berdiri posisi kaki belakang agak
melebar untuk menahan rasa sakit pada bagian perutnya. Anjing tampak
anemia, lemah, gelisah, anak anjing tidak mau menyusui induknya, bulu
kusam, mata berair, nafas terengah-engah, sesak nafas, kadang-kadang
diikuti dengan mencret dan muntah-muntah. Kematian anak anjing biasanya
dipercepat dengan adanya infeksi sekunder sehingga terjadi radang
paru-paru (pneumonia).
Pada
anjing dewasa hanya terjadi gejala ringan yaitu pertumbuhan terhambat,
bulu kusam dan berdiri, mata berair, lesu, nafsu makan turun, bila makan
hanya memilih dagingnya saja, bahkan pada yang berat makanan hanya
dijilat kemudian ditinggal pergi.
Apabila
anak-anak anjing yang masih menyusu satu per satu mati tanpa
menunjukkan gejala klinis, kecuali perut agak besar dan lemas harus
curiga kematiannya disebabkan oleh cacing Ascaris ini.
Pencegahan
Sanitasi
kandang harus ketat terutama pada anak anjing. Kotoran anak anjing
harus segera dibuang, jangan dibiarkan tertinggal di dalam kandang.
Kandang sebaiknya di desinfeksi seminggu sekali. Hal ini dapat menolong
mengurangi cacingan pada anak anjing. Pada anak anjing sebaiknya alas
kandang dilapisi dengan Koran sehingga bila anak anjing buang kotoran,
kotoran tersebut dapat segera dibuang dan digantikan dengan Koran yang
baru.
Hal yang penting
diperhatikan adalah pemberian obat cacing terutama pada anak anjing
lepas sapih. Anjing dewasa yang akan dikawinkan sebaiknya diberi obat
cacing dan sesudah beranak dapat diberikan ulangan obat cacing. Untuk
pencegahan perlu diberikan vitamin dan makanan yang bergizi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang cacingan.
Pengobatan
Pada
anak anjing dapat diberikan obat cacing mulai umur 1 bulan, kemudian
diulang sebulan sekali. Anjing dewasa sebaiknya diberikan obat cacing
tiap 2 bulan sekali.
Pada anak
anjing ataupun anjing dewasa yang terinfeksi, perlu diperhatikan infeksi
ikutan dari cacingan. Terapi didasarkan pada gejala klinis yang muncul,
apabila diare diusahakan memberikan antidiare disertai terapi suportif
untuk meningkatkan daya tahan dan mengembalikan kondisi tubuh, misalnya
dengan pemberian vitamin atau pemberian terapi cairan (infus).
13. Penyakit Cacing Cambuk (Trichuris)
Penyakit
cacing cambuk biasanya bersifat kronis (menahun), hal ini dikarenakan
siklus hidup cacing cambuk agak lama. Pada cacing lain untuk menjadi
dewasa hanya membutuhkan waktu beberapa minggu saja, tetapi pada cacing
cambuk membutuhkan waktu lebih lama, kira-kira 10 minggu. Karena waktu
yang dibutuhkan sampai dewasa cukup lama maka untuk memberantas cacing
cambuk secara tuntas lebih sulit.
Untuk
diketahui bahwa obat cacing hanya dapat membunuh cacing dewasa saja,
sehingga telur cacing yang masih tersisa akan menjadi cacing dewasa
lagi. Karena hal itu maka pemberian obat cacing harus berkala, sehingga
dapat membunuh setiap cacing dewasa yang ada dan sebelum sempat bertelur
kembali.
Biasanya cacing cambuk hanya menyerang anjing dewasa saja, jarang menyerang anak anjing umur 2-3 bulan.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing cambuk, termasuk golongan Trichuris sp.
Cara Penularan
Penularan
cacing cambuk umumnya karena tertelan telur cacing. Telur-telur cacing
mencemari alas kandang, tempat makan dan minum, dan lingkungan sekitar
rumah. Penularan karena telur tertelan kemudian masuk ke dalam perut dan
selama 1 bulan baru menetas, selanjutnya masuk ke dalam usus halus
menjadi dewasa setelah 10 minggu lamanya dan akhirnya menetap hingga 16
bulan di usus besar dan menimbulkan gejala penyakit.
Gejala Klinis
Karena
perkembangan cacing cambuk ini lambat dibandingkan cacing-cacing lain
maka gejala klinisnyapun kurang cepat terlihat dengan jelas. Biasanya
gangguan terlihat ringan-ringan saja, misalnya mata agak pucat, anemia,
lemah, lama-kelamaan menjadi lebih parah dan dapat berakibat fatal.
Pada
yang sudah parah baru terlihat gejala, kadang terjadi diare terkadang
normal, berat badan merosot, kurus, nafsu makan tidak menentu, pucat,
anemia dan dehidrasi, kotoran berbau tidak enak dan spesifik sekali.
Anjing yang terserang Trichuris tidak sampai mati, tetapi bila diikuti
infeksi sekunder dapat menyebabkan kematian.
Penyakit
ini bersifat menahun, timbulnya gejala sangat lamban dan hal itu
tergantung pada kondisi, umur anjing, gizi dan lingkungan. Gejala
serangan cacing cambuk ditentukan juga oleh jumlah cacing yang ada dalam
tubuh anjing penderita.
Pencegahan
Untuk
menghindari serangan cacing cambuk maka pencegahan sedini mungkin harus
tetap dilaksanakan. Sanitasi yang ketat terutama pada kandang, tempat
tidur, alat makan dan minum serta halaman rumah yang biasanya sebagai
tempat anjing bermain. Pemberian obat cacing secara teratur dapat
mencegah anjing tertular cacing ini. Kesehatan anjing melalui pemberian
makanan yang bergizi dan vitamin serta mineral yang cukup dapat
memberikan daya tahan anjing terhadap serangan cacing Trichuris.
Pengobatan
Anjing
yang jelas menderita penyakit ini dapat diberikan Mebendazole dengan
dosis 22 mg/kg berat badan selama 5 hari berturut-turut. Bila anjing
menunjukkan gejala lemah dan pucat maka dapat diberikan penambah darah.
Jika diare pengobatan dengan obat antidiare dan jika tampak infeksi
sekunder agar diobati dengan antibiotika.
14. Penyakit Cacing Pita (Cestoda)
Penyakit
cacing pita tidak begitu membahayakan dan tidak langsung menimbulkan
gejala penyakit, akan tetapi merupakan penyakit yang sulit diberantas
secara tuntas dan bersifat menahun.
Timbulnya
gejala penyakit cacing pita tergantung dari jumlah cacing pita yang
menyerang, kondisi anjing, umur anjing, ras dan lingkungan. Hamper semua
anjing dewasa pernah terserang cacing ini, tetapi kebanyakan tidak
menimbulkan gejala klinis. Biasanya anjing yang banyak kutu pada
tubuhnya juga diserang penyakit cacing pita. Pada anak anjing
kemungkinan terserang penyakit cacing pita kecil sekali.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing pita yang umumnya termasuk dalam golongan Dipylidium dan Echinococcus.
Cara Penularan
1. Cacing Dipylidium caninum
Bentuk
cacing ini seperti pita panjang berbuku-buku. Cacing dewasa terdapat
dalam usus halus anjing dan kucing, kadang-kadang terdapat pada usus
manusia terutama anak-anak. Proglottida (buku-buku atau ruas-ruas) yang
di dalamnya berisi telur cacing terlepas dan keluar bersama tinja dan
kadang-kadang proglottida ini melekat di sekitar anus, bentuknya seperti
biji mentimun.
Kutu anjing (Trichodectes canis0 dan larva pinjal anjing (Ctenoephalides canis)
memakan telur-telur cacing yang melekat di sekitar anus dan bulu
anjing. Di dalam saluran pencernaan, kutu dan pinjal telur-telur cacing
ini akan menetas berimigrasi dan berdiam dalam tubuh kutu dan pinjal
sebagai kista (cysticercoid) yang berekor dan infektif. Penularan kepada
anjing, kucing dan anak-anak terjadi karena anjing, kucing dan
anak-anak menelan kutu atau pinjal dewasa yang tubuhnya mengandung
cysticercoid.
Dalam usus anjing cysticercoids tadi berkembang menjadi cacing pita dewasa dalam waktu 3 minggu.
2. Cacing Echinococcus granulosus
Cacing
ini mempunyai 3 sampai 5 ruas, cacing ini termasuk cacing yang
berukuran pendek. Cacing dewasa terdapat dalam usus halus anjing,
serigala, fox dan beberapa binatang liar pemakan daging.
Larvanya
disebut kista hydatid yang umumnya terdapat di dalam hati, paru-paru,
jeroan lain dan jaringan-jaringan lain dari manusia, sapi, domba, babi
yang ketularan larva cacing pita ini karena kemasukan telur cacing dan
telur tersebut akan menetas dalam usus manusia atau hewan-hewan tersebut
akan menetas dalam usus manusia atau hewan-hewan tersebut kemudian
berimigrasi dan tumbuh menjadi larva (kista hydatid).
Anjing
ketularan cacing pita Echinococcus granulosus ini karena makan daging
terutama jeroan sapi, domba, kambing dan babi yang mengandung kista
hydatid.