Sunday, March 19, 2017

Vaksin berbumbu Terobosan: Imunoterapi Indikator Perubahan


Dalam kehidupan kita sehari-hari kita dapat mengamati dan menjalani sesuatu yang aktivitas yang bersifat “biasa dan rutin”. Kebiasaan itu kadang-kadang seperti rel kehidupan yang senantiasa kita lalui tanpa perlu kendali otak yang berlebihan. Sampai-sampai kita takut berjalan di luar “rel kebiasaan” itu. Pada beberapa orang bisa berlaku bahwa kebiasaan ini sebagai suatu kebenaran dan bahkan pantang dimodifikasi apalagi dilanggar. Tanpa kita sadari kebiasaan ini bisa menjadi penjerat yang membelenggu kita sehingga kita menjadi manusia yang sulit berubah atau bahkan takut berubah. Padahal mahluk yang unggul dan survive di atas bumi ini adalah bukan yang terkuat atau terbesar tetapi mereka yang mau berubah dan beradaptasi. Perubahan bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan, karena merupakan wujud ketidakmapanan…tanpa sadar mungkin diri kitapun sering dihantui oleh ketakutan akan perubahan. Perubahan memang menawarkan hal yang baru, yakni perubahan kea rah lebih baik atau lebih buruk atau hamper sama saja. Ketakutan semacam ini sangat wajar menghinggapi perasaan setiap orang. Tidak sedikit orang yang mau berubah karena terpaksa, tetapi ada pula yang orang yang berusaha untuk berubah karena menyadari bahwa tanpa perubahan kualitas hidupnya akan mandeg atau bahkan menurun. Orang yang mudah dan tanggap akan perubahan disebut sebagai orang-orang yang kreatif dan konstruktif. Mereka yang sulit berubah disebut orang konservatif. Sifat-sifat ini terdapat pula pada para peneliti dengan kadar yang bervariasi. Pendapat umum adalah sulit menyembuhkan suatu penyakit virus dengan aplikasi “obat” sehingga kontrol penyakit viral lebih banyak dilakukan dengan penerapan biosekuriti dan vaksinasi. Meskipun kemudian ditemukan beberapa obat penyakit viral yang bekerja mengganggu proses replikasi dan assembling virus di dalam sel inangnya.

Di dunia kedokteran hewan “intervensi pengobatan” mungkin lebih mudah dilakukan meskipun demikian aspek “animal welfare” tetap diperhatikan. Banyak obat-obatan yang harus dicobakan pada hewan coba sebelum diaplikasikan ke manusia. Namun dalam kondisi “darurat”, yakni dalam kondisi tanpa pilihan lain kita harus berani “keluar rel” dari pakem yang umum digunakan. Misalnya dalam pengobatan, jika diobati dengan cara klasik pasti tidak sembuh dan berakhir dengan kematian dan bila diobati dengan “terobosan baru” ada peluang dan menjanjikan kesembuhan, maka cara pengobatan terobosan ini kadang-kadang dipilih. Salah satu contoh adalah treatment menggunakan IgY murni terhadap penyakit parvo pada anjing yang diproduksi pada telur ayam. IgY spesifik terhadap virus parvo bisa diproduksi di dalam kuning telur dan bisa dimanfaatkan dalam “pengobatan penyakit” tersebut asal diaplikasikan secara intravena dan dengan dosis pengobatan tertentu. Biasanya penanganan dan pencegahan penyakit parvo dilakukan dengan vaksinasi. Namun dalam kondisi tertentu kegagalan vaksinasi bisa terjadi dan infeksi serta penyakit secara klinis bisa terjadi dan dokter menetapkan prognosa sebagai infausta(kecil kemungkinan bisa sembuh).  Dalam kondisi seperti ini aplikasi IgY murni yang spesifik terhadap virus parvo diaplikasikan secara intravena menunjukkan hasil yang menggembirakan, yakni mampu menyembuhkan anjing yang sebelumnya dinyatakan infausta oleh dokter hewan. Informasi ini dituangkan dalam satu disertasi doktor yang telah dipertahankan dalam ujian terbuka oleh promovenda drh I Gusti Agung Ayu Suartini, MSi. Konsep ini sesungguhnya merupakan aplikasi pengebalan pasif. Intinya adalah bahwa antibody spesifik yang diberikan secara pasif mampu melakukan netralisasi virus pada individu (baca: anjing) yang mengalami serangan penyakit parvo yang parah. Pertanyaan yang bisa muncul dari fenomena ini: Mungkinkah cara ini bisa diterapkan untuk penyakit lain yang bersifat sistemik? Mungkinkah konsep ini bisa diterapkan dalam pengobatan untuk manusia yang mengalami infeksi lanjut akibat infeksi flu burung atau Ebola atau penyakit lainnnya? Karakter immunoglobulin telur (IgY) memang unik bila dibandingkan dengan immunoglobulin mamalia (IgG) karena tidak menginduksi respon reaksi peradangan, karena tidak mengaktkan komplemen. Ini adalah fakta yang dikemukakan dan tentu bisa diuji kembali sebelum diterapkan untuk pengobatan yang bersifat lebih masal. Maukah para dokter mencoba? Maukah kita memberi peluang terhadap terobosan pengobatan seperti ini? Seperti dikemukakan di atas, “berubah” itu tidak mudah dan “mungkin “terobosan” seperti ini belum dianggap jamak, lebih-lebih pada pengobatan untuk manusia. Tidak jarang ilmuwan mendapat kritikan atau bahkan “caci-maki” dari rekannya karena mengemukakan sesuatu yang dianggap “tidak lazim”. Banyak contoh untuk hal ini, misalnya Louis Pasteur yang menumbangkan konsep abiogenesis yang telah berabad-abad diyakini kebenarannya, Mendel yang menerangkan sifat-sifat yang diturunkan (gen) secara matematis dan ilmuwan lain yang sampai mempertaruhkan keselamatan jiwanya untuk “kebenaran”. Kesimpulan tulisan ini adalah: 1). Telur dapat digunakan sebagai pabrik biologis untuk memproduksi zat berkhasiat untuk berbagai penyakit, 2) penerapan imunoterapi untuk penyakit sistemik tertentu membuka peluang untuk meningkatkan daya hidup pasien, 3) diperlukan keberanian untuk berubah dalam penerapan terapi yang sudah tentu dilandasi oleh scientific evidenceyang sah. Mengakhiri tulisan ini saya mengajak kepada sidang pembaca untuk memberi peluang perubahan dalam slot pikiran dan tindakan kita sehingga kita tidak terjerat dan terbelenggu dengan “nilai-nilai” yang kita buat sendiri dan kita yakini sebagai kebenaran abadi. Keberlangsungan kehidupan suatu mahluk hidup di planet ini bukan ditentukan oleh mereka yang paling kuat atau paling banyak tetapi ditentukan oleh seberapa efekktif dia mau berubah. Semoga kita diberi keberanian berubah dalam menyongsong kehidupan hari ini dan masa-masa mendatang.



Prof. I Wayan Teguh Wibawan adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Ketua Komite Kesehatan Unggas Nasional dan Staf Ahli Majalah Poultry Indonesia.

Antigen dan Imunogen


Antibody Generating Substances (antigen), senyawa yang mampu meng induksi pembentukan antibodi. Senyawa ini bisa berupa: protein, karbohidrat. Lipoprotein, lipopolisakharida, asam inti, yang ada pada makhluk hidup bsik sebagai struktur tubuhnya atau metabolit yang dihasilkannya (toksin, enzim, dll). Antibodi yg dihasilkan spesifik terhadap penginduksinya, apakah berupa faktor virulen atau bukan. Jika berupa faktor virulen secara lebih khusus disebut imunogen. Sifat senyawa yg mampu menginduksi antibodi ini disebut sifat: antigenik.

Imunogen adalah immunity Generating dubstances, substansi (berupa faktor virulen suatu agen) yang mampu menginduksi munculnya imunitas/kekebalan. Antibodi yg terbentuk bersifat spesifik thd faktor2 virulen kuman, jadi berupa antibodi/imunoglobulin protektif. Sifat mampu menginduksi imunitas disrbut:.imunogenik. Suatu imunogen pasti tetmadik antigen tetapi tidak semua antigen adalah imunogen.

Apa syarat2 suatu senyawa bersifat antigenik?
1. Berupa alien -(um), asing bagi yg dipapar.
2. Lebih berat dari 10 kD.
3. Strukturnya rumit/kompleks, globular bukan lurus dan sederhana.
4. Mudah dicerna (oleh makrofag dicerai-berai).

Sifat asing penting. Adakah substansi yg tidak antigenik? Ada, yaitu substansi yg memiliki struktur sama/mirip dg struktur tubuh host/inang. Apa contohnya? Contoh: asam hyaluronat, asam sialat pada kapsul bakteri (streptococcus suis, S. zooepidemicus, Pasteurella sp., dll). Adam hyaluronat dimiliki juga oleh tubuh, berfungsi sebagai perekat/lem antar sel satu dg lainnya. Jd tidak dianggap ading oleh tubuh, ini jg salah satu cara mikroba berkelit dr sistem imun yg disebut mimikri.

Apa itu sistem kebal?
Sebelum menjawab marilah kita pahami bahwa semua aktivitas biologis mahluk adalah merupakan perubahan bentuk/transformasi energi. Energi dari matahari yg berubah jadi makanan/pakan. Pakan atau pangan yang baik menentukan sebahian besar (70 persen) performans. Jika pakan atau pangan gak bener jangan ngomong yang lain dah....penyakit pasti ngikut, produksi pasti jelek.....so jika pakan ok.......70 persen masalah telah teratasi.


Sistem kebal ada 2 macam ada yang tidak spesifik, tidak memandang apa itu virus, bakteri, pernah ketemu sebelumnya atau baru ketemu direspon atau dihadapi dengan cara yang sama. Beda denga yang spesifik, milih2....dan setia...spesifik atau maunya khas. Ini kerja antibodi/imunoglobulin (humoral mediated immunity) dan sel Tc.(cellular med. Immunity).

Kekebalan non spesifik.
Kulit dan mukosa yg intak/mulus adalah barrier pertama. Jadi semua hal yg membantu kemulusan kulit dan mukosa harus kita lakukan. Makanan yg seimbang adalah KUNCI. Secara khusus peran vit C, vit A dan vit E serta lingkungan nyaman, no amoniak, no debu, dll yang iritan harus dihindari. Yang berikut adalah sel-sel makrofag (sel histiosit, sel Kupffer, sel debu/dust cells, sel Langerhans, dendritic cells) dan sel mikrofag atau lebih populer dg nama PMN/granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil). Kedua kelompok sel ini memiliki kerja fagositosis. Membunuh, memfraksinasi, nenampilkan antigen (khususnya sel APC=makrofag sebagai antigen presenting cells). Selesai tugad respon imun non spesifik. Tapi ingat.....ini ada kaitannya dengan respin imun spesifik. Why?


Apa kaitanya respon imun nonspesifik dg yg sepesifik?

Setelah APC menyajikan antigen-antigen di permukaan selnya maka datanglah sel Th (diproduksi dlm Thymus) berinteraksi dengan antigen dg perantara ikatan MHC II dan CD4. Sel Th berproliferasi mengeluarkan sitokin (sms-nya sel) dan mengirimkan pesan/signal kpd sel B (dihasilkan dlm Bone marrow atau Bursa) agar sel B memproduksi antibodi yang cocok dengan antigen yg dipresentasikan di permukasn APC. Sel B matang menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi spesifik, khad untuk antigen ybs. Note: ada banyak antigen yg dipresentadikan do permukaan sel APC. Setiap epitop antigen direspon oleh 1 clone srl Th dan 1 clone sel B. Jika misalnya ada 10 epitope antigen yg terekspresi maka ada 10 clone sel Th dan 10 clone sel B yg berperan. Yg masing2 kelompok clone sel B memproduksk antibodi untuk 1 epitope antigen. Semua antibodi untuk masing2 clone tercurah ke dalam sirkulasi darah, bergabung, bercampur kita menyebutnya antibodi poliklonal yg ada di dalam serum. Coba dicamkan...what is the beyond of this? Antibodi dibentuk sedemikian rupa...dimanapun....jangan ada petsepsi yg salah seolah-olah antibodi monoklonal dan poliklonal dibentuk dg prinsip dan cara yang beda. Kesimpulan: antibodi dibentuk dg prinsip 1 clone sel Th...one clone sel B for every 1 epitope....

Respon imun spesifik terdiri dr 2:
1. Humoral Mediated Immmunity(HMI)
2. Cellular Mediated Immunity (CMI)

HMI diperankan oleh antibodi atau imunoglobulin yg beredar di dalam darah dan caiean tubuh lainnya. Antibodi berfungsi sebagai 1). Inhibin, menghambat perlekatan agen ke reseptor sel target, 2) presipitin, mengendapkan agen yg berbahaya, 3) aglutinin, menggumpalkan agen yg berbahaya, 4) opsonin, mengikat agen dan mencuatkan Fc shg mudah dikenali makrofag krn mkrofag punya Fc-reseptor. 5). Ag-Ab complex memicu aktivasi complement dr C1 sd C9 dlm suatu reaksi "cascade"/sperti air terjun. Ala itu? Sabar ya nanti sampai juga.


HMI berfungsi menghambat dan menentralkan efek agen selama agen ada di luar sel dg 5 cara di atas tadi.
Sedangkan CMI bekerja jika ada agen masuk ke dalam sel, akibat lolos tdk tertangani oleh antibodi. Sel yg terknfeksi td dihancurkan oleh sel T-cytotocix (Tc). Agar agen keluar sel dan bisa dimakan makrofag dan dinetralkan antibodi. Efek samping kerja CMI adalah merusak sel terinfeksi dan bisa menurunkan fungsi organ tempat sel2 yg dirusak. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi. Silakan kenali apa aspek lapabgannya. Dr Tonny tolong ulas bhs lapangnya!


Penhelasan antibodi sebagai inhibin. Antibodi seolah berfungsi sebagai kompetitor reseptor sel yg mrupakan gembok thd kunci (faktor virulen) suatu agen penyakit. Antibodi menutup ujung kunci duluan....shg tdk bisa masuk gembok'tidak bisa nemel pada reseptor sel host. Infeksi tidak terjadi.


Penjelasan antibodi sebagai presipitin dan aglutinin. Kedua cara ini membuat agen tidak larut. Srperti gula jika tidak larut tdk memberi efek manis pada air pelarutnya. Demikian jg agen jika terendapkan efeknya hilang. Preipitat terjadi jika agen dan antibodi kefuanya semula dlm kondisi larut. Aglutinat terjadi jika salah satunya ada dlm kondisi tidak larut.

Antibodi sebagai opsonin atau bumbu. Agen yg terbungkus antibodi lebih mudah dikenali dan ditangkap oleh makrofag karena Fc yg tercuat pada ag-ab complex ditangkap oleh Fc reseptor yg ada di petmukaan sel makrofag. Jadi individu yg memiliki antibodi thd agen tertentu lbh mudah melakukan pembersihan thd agen tsb. Silakan lihat lg aspek lapangannya. 

Tulisan Prof. I Wayan Teguh Wibawan adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Ketua Komite Kesehatan Unggas Nasional dan Staf Ahli Majalah Poultry Indonesia.