Friday, September 30, 2016

Definisi Higiene, Sanitasi, dan Higiene Pangan

Definisi Higiene
Kata Higiene berasal dari Bahasa Yunani "hygieine" (artinya healthfull = sehat), seorang nama dewi kesehatan Yunani (Hygieia).
Beberapa definisi Higiene adalah:
Higiene adalah seluruh kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan (a condition or practice which promotes good health).
Higiene adalah tindakan-tindakan pemeliharaan kesehatan (the maintanance of healthfull practices)
Higiene adalah ilmu yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan (the sciene concerned with the prevention of illness and maintanance of health).
Pengertian higiene saat ini terkait teknologi mengacu kepada kebersihan (cleanliness). Higiene juga mencakup usaha perawatan kesehatan diri (higiene personal), yang mencakup juga perlindungan kesehatan akibat pekerjaan.

Pemeriksaan Kualitas Daging

Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih yang belum mengalami pengawetan atau pengolahan kecuali kulit, kuku, bulu, dan tanduk (Ressang, 1982). Menurut Soeparno (1992) Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Pengertian lain dari daging yaitu bagian hewan yang disembelih atau dibunuh dan lazim dimakan oleh manusia kecuali telah diawetkan dengan cara lain selain didinginkan. Daging juga merupakan komponen utama dari karkas, yang berupa hewan sembelih setelah dikurangi kepala, darah, kulit, isi bagian dada serta metakarpal dan meta tarsal ke bawah.

Kamu Harus Tau Ciri-ciri Daging yang Baik

Daging telah menjadi menu utama bagi kebanyakan orang dan tidak lengkap suatu menu tanpa adanya tambahan daging, baik sebagai menu makan sehari-hari maupun dalam suatu acara adat.

Daging dianggap sebagai menu spesial baik untuk mendapatkan tambahan gizi melalui kandungan vitamin dan mineral yang


terkandung di dalamnya bahkan bagi sebagian masyarakat kemampuan dalam mengkonsumsi atau menyediakan daging dalam berbagai acara agama dan adat menjadi suatu kebanggaan yang dapat meningkatkan status sosial di tengah-tengah masyarakat.
Akan tetapi dalam mengkonsumsi daging atau menyiapkan daging untuk berbagai keperluan, seperti konsumsi rumah tangga, kegiatan adat-istiadat dan upacara keagamaan dibutuhkan daging yang baik dan layak dikonsumsi. Ada beberapa standar daging yang sehat dan layak dikonsumsi dan itu dapat direkomendasikan oleh lembaga atau profesi yang berwenang di bidang tersebut (terkait dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner).

Pada tulisan ini saya mencoba memberikan panduan dasar bagi ibu-ibu rumah tangga khususnya agar dapat mengenali cirri-ciri dari berbagai jenis daging yang akan dibeli, menghindari adanya pencampuaran daging ataupun pemalsuan daging. Hal paling sederhana yang menjadi panduan ketika membeli daging adalah mengenali daging melalui ciri-ciri khusus daging tersebut, meliputi warna, seratnya dan konsistensinya.

Daging dari setiap jenis ternak memiliki karakteristik tersendiri, warna daging dan lemak dapat dijadikan pegangan untuk membedakan daging dari ternak satu dengan yang lainnya, demikian pula serat daging.


Karakteristik dari beberapa jenis ternak adalah sebagai berikut:
a. Daging Sapi
- Warna merah khas daging sapi: warna gelap, warna keungu-unguan dan akan berubah menjadi warna merah cherry bila daging tersebut kontak dengan oksigen terbatas.
- Serat daging halus dan sedikit berlemak tergantung letak daging dalam kulkas.
- Konsistensi padat.
- Lemak berwarna kekuning-kuningan.

b. Daging Kerbau
- Daging berwarna lebih merah dari daging sapi.
- Serat otot agak kasar.
- Lemaknya berwarna putih.

c. Daging Kuda
- Warna daging kecoklatan, bila terkena udara luar warna daging menjadi gelap.
- Serat-serat kasar dan panjang.
- Konsistensi padat.
- Diantara serat tidak terdapat lemak.
- Lemak berwarna kuning emas dengan konsistensi lunak karena banyak mengandung oleine.

d. Daging Domba
- Warna merah khas daging domba, merah lebih gelap.
- Daging terdiri dari serat-serat halus yang sangat rapat jaringannya.
- Konsistensi cukup padat.
- Diantara otot-otot dan bawah kulit terdapat banyak lemak.
- Lemak berwarna putih.
- Daging domba jantan berbau khas.

e. Daging Kambing
- Daging berwarna lebih pucat dari domba.
- Lemak berwarna putih.

f. Daging Ayam
- Warna daging pada umumnya putih kekuning-kuningan.
- Serat daging halus.
- Konsistensi kurang padat.
- Diantara serat daging tidak terdapat lemak.

g. Daging Babi
- Daging berwarna pucat merah muda, daging bagian punggung yang banyak mengandung lemak biasanya Nampak kelabu putih.
- Daging berserat halus.
- Konsistensi kurang padat.
- Baunya spesifik, lemak jauh lebih lembek dibandingkan dengan lemak daging sapi atau kambing.

h. Daging Kelinci
- Warna hampir sama dengan daging ayam.
- Konsistensi

dirangkum dari berbagai sumber.

Thursday, September 29, 2016

Awas Antibiotika dalam Daging Ternak

Masuknya residu antiobiotika ke dalam tubuh lewat konsumsi daging ternak harus diwaspadai karena dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap obat-obatan.

Peringatan tersebut diungkapkan beberapa pakar di China menyusul tren penggunaan antiobiotika pada hewan ternak yang makin meningkat. Laporan menyebutkan, hampir setengah dari antibiotika yang diproduksi di Negeri Tirai Bambu itu diberikan kepada ternak daripada digunakan untuk mengendalikan penyakit pada manusia.
Sekitar 210.000 ton antibiotika yang diproduksi di China setiap tahun, sekitar 97.000 ton di antaranya berakhir dalam tubuh hewan, ungkap Xiao Yonghong, profesor dari Institute of Clinical Pharmacology of Peking University, seperti dilansir koran People’s Daily.

Riset yang digagas Chinese Academy of Social Sciences menemukan, lebih dari 50 persen peternakan di Provinsi Shandong dan Liaoning selalu menambahkan antibiotika pada pakan hewan yang diternakkan.

"Penggunaan antibiotika sudah menjadi lumrah sekarang, yang berujung pada meningkatnya tingkat kematian hewan karena tingkat kekebalan mereka menjadi tertekan. Selain itu, antibiotika kerap merugikan kesehatan seseorang setelah diminum," ujar Qi Guanghai, kepala riset di Akademi Ilmu Agrikultur China.

"Perhatian harus diberikan pada masalah asupan antibiotika melalui konsumsi makanan sehari-hari, karena hal itu dapat meningkatkan kemungkinan bakteri kebal yang berkembang dalam tubuh manusia," ujar Huang Liuyu, direktur Institute for Disease Prevention and Control of the People's Liberation Army.

Salah satu contohnya adalah bayi seberat 650-gram yang lahir prematur di Guangzhou. Seperti dilaporkan surat kabar People's Daily, bayi ini mengidap resistensi terhadap tujuh jenis antibiotika, yang diduga kuat akibat dari kebiasaan ibunya setiap hari mengonsumsi daging dan telur yang mengandung residu atau ampas dari antibiotika.

Beberapa waktu lalu, di dataran China juga dilaporkan kasus pertama bakteri NDM-1, yang resisten pada hampir semua jenis antibiotika.

Dengan adanya fakta meningkatnya kasus resistensi obat yang terdeteksi di China dan belahan bumi lainnya, Huang mendesak pihak yang berwenang seharusnya memberi perhatian lebih pada masalah ini, dan melakukan regulasi dengan baik pada sektor ini.

"Di Eropa, antibiotika dilarang untuk ditambahkan pada makanan ternah sejak bertahun-tahun dan pelarangan yang sama akan diimplementasikan di Korea Selatan," ujar Tu Yan, periset dari Akademi Ilmu Agrikultur China.

China memperkenalkan antibiotika ke dalam industri peternakan dalam upaya pencegahan penyakit pada era 1990-an. Regulasi tentang tambahan obat-obatan diterbitkan oleh China pada 2002, dan lebih banyak fokus pada penggunaan dosis yang tepat dari jenis antibiotika berbeda pada pakan ternak. Namun regulasi tersebut tak mengatur tentang supervisi penjualan dan penggunaan antibiotika yang berlebihan.

Sumber: Kompas.com

Video lengkap Teknologi Reproduksi Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah

Saya suka banget lihat video ini..mengupas tentang inseminasi buatan pada sapi perah dengan cara yang baik dan denngan alat yang ideal. Bagus untuk pelajaran bagi kita.
Bagian pertama video membahas bagaimana tetang bagaimana anatomi reproduksi sapi betina (reproductive anatomy of the cow). Berikut ini videonya:


Bagian kedua video membahas tentang deteksi birahi (Heat Detection). Keberhasilan deteksi birahi menjadi salah satu kunci keberhasilan inseminasi buatan. Berikut ini videonya:

Bagian keiga video membahas tentang alat-alat untuk inseminasi buatan (artificial insemination equipment) dan handling semen (penangan semen beku) mulai dari (Heat Detection). Handling alat ib yang baik dan handling semen  yang benar juga merupakan salah satu kunci keberhasilan inseminasi buatan. Berikut ini videonya:


Video keempat dan kelima membahas  tentang teknik pembibitan pada sapi perah (Breeding technique) dan Indikator Kunci keberhasilan Reproduksi (reproductive key performance indicators).
Berikut ini video Breeding technique:

Berikut ini video Indikator Kunci keberhasilan Reproduksi: 


Demikian sedikit tentang Video lengkap Intruksi Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah. semoga bermanfaat

Wednesday, September 28, 2016

Angka Harapan Perolehan Embrio In Vivo Program Superovulasi

 
Dalam satu siklus birahi normal secara alami, dari sekian ribu oosit yang bertumbuh kembang hanya satu saja yang akan menjadi sel telur dan dibuahi oleh satu sel spermatozoa dari sekitar 25 juta sel dalam satu kemasan straw semen beku. Jadi hanya satu ekor saja yang terlahir menjadi individu baru, sementara yang lainnya ‘terbuang’ sia-sia, baik itu oosit maupun sel spermatozoa. Sungguh suatu hal yang teramat sangat disayangkan, sumber daya alam yang melimpah ruah ini belum diberdayakan. Baca lagi meningkatkan efisiensi reproduksi dengan spermatozoa kapasitasi.

Logika perhitungan menunjukkan bahwa hasil perolehan embrio dalam satu tahun dari seekor induk donor dengan rekayasa proses menggunakan satu hormon (PGF-2α) dua kali lipat dibanding dengan tanpa menggunakan hormon, yaitu (17-18) : 36 embrio. Mengacu pada logika ini diharapkan bahwa dengan melibatkan dua macam atau lebih hormon (gonadotropin, GnRH, PGF-2α) dalam program superovulasi. Dari seekor induk donor dalam satu tahun minimal diperoleh angka harapan perolehan embrio in vivo sejumlah dua kali lipat dibanding dengan menggunakan hanya satu hormon saja, yaitu 36 : 72 embrio. Atau dengan perkataan lain empat kali lipat dibanding tanpa menggunakan hormon, yaitu (17-18) : 72 embrio.

Angka harapan perolehan 72 embrio per tahun inilah yang sementara ini menjadi acuan dalam program superovulasi. Sehingga satu ekor induk diprogram superovulasi empat kali atau setiap 3 bulan sekali dalam satu tahun dan diharapkan setiap kali program memperoleh minimal 18 embrio. Mengacu pada lama siklus birahi rata-rata 21 hari, maka program superovulasi dilakukan setiap periode sekitar 4-5 siklus atau 5-6 kali pengamatan birahi normal yang teratur. Artinya setiap setelah beristirahat selama 3-4 siklus dilakukan program superovulasi.

Setelah satu tahun berproduksi melalui program superovulasi, tahun berikutnya induk donor diistirahatkan atau tidak produksi embrio. Induk donor ini kemudian dibuntingkan dan melahirkan sebagaimana biasanya, agar fungsi endokrinologis reproduktif berjalan kembali secara alami. Mengacu pada aturan pada umumnya, yaitu masa produktif sapi adalah sampai dengan umur 10 tahun atau telah 8 kali beranak dengan calving interval 1 tahun dan beranak pertama umur 2 tahun.

Selain itu sebagai induk donor dipersyaratkan minimal telah beranak 2 kali atau sekitar umur 3 tahun. Maka masa produktif sapi donor menjadi sekitar 7 tahun. Bila seekor induk diprogram superovulasi berselang seling dengan istirahat (bunting), berarti masa produktivitas embrio selama hidupnya adalah 3-4 kali. Kalau setiap tahun dapat diperoleh 72 embrio, maka selama hidup seekor sapi induk mempunyai angka harapan produktivitas minimal 216-288 embrio.

Pengertian embrio adalah sebagai benih yang akan menjadi pedet yang terlahir dari sapi induk resipien. Suatu jumlah yang cukup fantastis dan spektakuler, dari satu ekor induk donor yang notabene superior nilai genetisnya dalam satu tahun mempunyai anak keturunan sekitar 216-288 ekor pedet, ditambah 3-4 ekor pedet hasil kelahiran sendiri dalam masa istirahat tidak produksi embrio. Dibanding bila bunting secara alami hanya diperoleh satu ekor pedet saja dalam satu tahun. Maka jumlah 216-288 plus 3-4 ekor pedet merupakan peningkatan efisiensi reproduksi yang cukup signifikan. Meskipun ada kemungkinan angka keberhasilan itu kurang dari 100%.
Sebagaimana diketahui bahwa bakal calon sel telur telah tumbuh sejak masa janin dalam bentuk primitif primordial germinative cell. Terus bertumbuh seiring bertambahnya usia dan semakin pesat tumbuh kembang dalam jumlah ribuan pada masa dewasa kelamin dengan berbagai tahapan ,antara lain oosit primer, sekunder sampai tahapan folikel primer, sekunder, tersier dan folikel de Graaf. Lebih dari itu setiap episode siklus birahi terdapat satu sampai tiga gelombang folikuler tergantung tingkat fertilitas masing-masing sapi induk donor.

Secara teoritis setiap siklus birahi dan bahkan setiap gelombang folikuler dapat dilakukan program superovulasi. Maka dapat diperhitungkan berapa angka harapan perolehan embrio dalam satu tahun dari satu ekor induk donor. Dengan mengacu pada angka harapan perolehan 18 embrio setiap kali program superovulasi, berarti dalam satu tahun 365 hari, rata-rata siklus birahi 21 hari dan rata-rata terdapat dua gelombang folikuler, akan didapat tidak kurang dari 648 embrio. Suatu angka efisiensi reproduksi yang cukup fantatis dan spektakuler.

Bandingkan dengan tanpa rekayasa superovulasi bahwa dalam satu tahun hanya diperoleh satu ekor pedet keturunannya. Suatu harapan, tantangan dan peluang. Bioteknologi reproduksi adalah salah satu cabang disiplin ilmu yang berkaitan dengan ranting ilmu lain, antara lain fisiologi reproduksi, embriologi, endokrinologi, farmakologi, genetika, dll yang semua melekat erat pada profesional dokter hewan. Mampukah menjawab harapan, tantangan dan peluang ini ? Lebih dari itu jangan sampai kecabangan bioteknologi reproduksi ini jatuh ke tangan orang tertentu, dikerjakan oleh fihak-fihak lain yang tidak profesional dalam bidang teresebut. Tanggung jawab moral secara profesional dan proporsional tetap harus berada di tangan profesi dokter hewan.

Sumber: artikel drh. M. Arifin Basyir (vet-indo.com)

Transfer Embrio pada Sapi

 
Usaha meningkatkan produksi peternakan dilakukan untuk mengatasi kurangnya konsumsi protein hewani dan rendahnya penghasilan masyarakat Indonesia. Salah satu usaha kea rah tersebut adalah penerapan teknologi modern dalam reproduksi. Teknologi yang dimaksud adalah Inseminasi Buatan (IB) dan transfer embrio (TE) (Toilihere, 1987).

Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut belum mengalami implantasi, kepada seekor betina yang bertindak sebagai ppenerima sehingga resepien tersebut menjadi bunting (Hartantyo, 1987).

Transfer embrio banyak dibicarakan di Indonesia pada akhir tahun 1982, sejak datangnya seorang tamu penceramah dari Amerika Serikat yang menyampaikan suatu bahasan mengenai TE. Ceramah diadakan di Balai Penelitian Ternak Ciawi yang diikuti oleh para cendekia peternakan dari kalangan perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun Direktorat Jenderal Peternakan (Martojo, 1987).

Sedangkan teknologi transfer embrio untuk pertama kali diintroduksi pada sapi di Cicurug Jawa Barat pada tahun 1984 dengan menggunakan embrio beku import dari Texas, USA. Transfer dilakukan pada 77 ekor resepien dengan cara pembedahan lewat daerah kampong oleh tim dari Granada Livestock Transplant Co, USA (Putro, 1994).

Manfaat Transfer Embrio
Beberapa manfaat dari teknologi transfer embrio adalah:
1. Untuk meningkatkan populasi ternak unggul. Seekor sapi betina hanya mampu menghasilkan 7 keturunan selama hidupnya, sedangkan dengan penerapan TE maka seekor sapi betina mampu menghasilkan 448 keturunan selama hidupnya. (Rutledge, 1987).
2. Import dan eksport embrio sebagai ganti ternak dewasa sehingga biasanya menjadi lebih ekonomis. Transfer embrio juga memungkinkan hewan melahirkan anak dari spesies lain, misalnya kuda melahirkan zebra, domba melahirkan kambing seperti yang terjadi di Louisville Zoo (Atmawidjaja, 1987).
3. Manfaat lainnya adalah memperoleh keturunan dari induk yang kurang fertile, induk yang dimaksud adalah betina yang menderita oobstruksi tuba falofia yang bilateral total dan betina yang menderita adesi fimria bilateral total (Martojo, 1987).

Prosedur Transfer Embrio

Seleksi Hewan Donor dan Resepien
Seleksi sapi betina donor untuk transfer embrio harus mempertimbangkan faktor-faktor ekonomis dan genetic yaitu mempunyai produktivitas yang tinggi, sehat, mempunyai siklus birahi yang regular mulai pubertas. Angka servis tiap konsepsi tidak lebih dari 2. Mempunyai kinerja yang baik, dan tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan maupun gangguan reproduksi yang lainnya.
Sedangkan syarat hewan resepien adalah sapi muda yang bebas penyakit, kinerja yang bagus, dan proses kelahiran sebelumnya mudah. Kandidat resepien perlu diperiksa dengan cermat kondisi kesehatan tubuh maupun status reproduksinya (Putro, 1994).

Superovulasi Hewan Donor
Superovulasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan ova lebih banyak dibandingkan dengan keadaan normalnya dengan memberikan hormone dari luar (Hartantyo, 1987).
Superovulasi memerlukan sediaan gonadotropin yang kaya akan atau meniru efek FSH (follicle stimulating hormone). Disamping itu FSH harus ada dalam periode yang cukup untuk memacu pertumbuhan dan pematangan akhir folikel. Sediaan FSH, PMSG (Pregnant mare’s serum gonadotropin) dan HCG (human chorionic gonadotropin) merupakan agen gonadotropin yang lazim digunakan untuk superovulasi. Hasil superovulasi meliputi jumlah embrio dan kualitas embrio sangat bervariasi dan sulit diramalkan.

Respon hewan terhadap preparat gonadotropin tergantung dari musim, bangsa, makanan, macam preparat yang dipakai, berat hidup, umur, fase dari siklus birahi, dan frekuensi pemberian dan dosis gonadotropin yang digunakan (Hartantyo, 1987). Preparat gonadotropin dapat diberikan pada fase luteal yaitu hari ke-8 sampai 12 siklus birahi yang diikuti dengan pemberian preparat prostaglandin F2-alfa (PGF2-alfa) untuk melisiskan corpus luteumnya; pada fase proestrus yaitu hari ke-16 sampai 20 siklus birahi tanpa diikuti dengan pemberian PGF2-alfa. Jika superovulasi menggunakan PMSG maka PGF2-Alfa diberikan 48 jam setelah menyuntikkan PMSG, namun jika menggunakan FSH, maka PGF2-Alfa diberikan pada hari ke-3 atau bersamaan dengan pemberian FSH yang ke-5. Dosis FSH yang telah digunakan pada sapi Bali adalah 24 mg untuk setiap ekor sapi, yang dibagi menjadi 8 dosis dan diberikan 2 kali sehari selama 4 hari berturut-turut (Putro, 1986; Hartantyo, 1987).

Di Indonesia PMSG lebih banyak digunakan karena dapat diperoleh dengan mudah dan lebih murah dibandingkan dengan FSH-P. Pregnant mare’s serum gonadotropin merupakan glikoprotein komplek yang mempunyai aktivitas biologi seperti FSH dan LH; dimana aktivitas FSHnya lebih besar. PMSG mengandung asam sialat 10,8% yang berfungsi mencegah degradasi glikoprotein hormone oleh hati (Bindon and Piper, 1986).
Pada spi PMSG mempunyai daya kerja yang cukup panjang waktu paruhnya, yakni antara 2-5 hari, sedangkan residunya tetap ada dalam sirkulasi darah sampai 10 hari. PMSG bekerja dengan kemampuannya mencegah atau menghambat proses atresia dari folikel ovaria (Putro, 1994).

Sediaan PMSG di Indonesia dapat diperoleh dengan mudah, dengan merk dagang Folligon. Dosis PMSG yang dianjurkan pada sapi adalah 1:500-3.000 IU yang disuntikkan secara intramuskuler tiap donor sapi. Untuk membantu proses ovulasi dan mencegah terjadinya folikel anovulasi kadang-kadang perlu diberikan HCG awal birahi dengan dosis 1.500-3.000 IU per ekor (Anon, 1991).

Waktu paruh PMSG yang panjang menimbulkan problema overstimulasi ovaria. Problem ini dapat diatasi dengan injeksi intravena antibody monoclonal terhadap PMSG (anti-PMSG) pada saat inseminasi. Anti-PMSG akan menetralisir PMSG yang ada dengan menurunkan 85% konsentrasi PMSG di darah dalam waktu 1 jam dan sampai konsentrasi yang tidak dapat dideteksi lagi dalam waktu 2 jam. Salah satu anti-PMSG yang dapat diperoleh di pasaran adalah Neutra-PMSG (Putro, 1994).

Sinkronisasi Birahi
Sinkronisasi birahi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengendalikan siklus birahi sekelompok hewan betina sehingga birahi terjadi dalam waktu yang bersamaan atau paling tidak dalam waktu 2 atau 3 hari. Dalam program TE teknik sinkronisasi birahi dapat dipakai untuk menyeragamkan stadium siklus birahi antara hewan donor dan hewan resipien. Pemindahan embrio dapat dilaksanakan dengan berhasil ke dalam uterus hewan resipien jika stadium siklus birahinya bersamaan dengan keadaan uterus hewan donor (Toilihere, 1981).

Sinkronisasi perlu dilakukan setelah perlakuan superovulasi agar waktu ovulasi terjadi dalam waktu bersamaan. Untuk keperluan ini perlu adanya induksi luteolisis dengan agen luteolitik. Agen luteolitik yang sudah teruji manfaatnya adalah PGF2-Alfa. Birahi pada sapi yang sudah di superovulasi akan timbul dalam waktu 36-48 jam setelah pemberian PGF2-Alfa. Untuk perlakuan sinkronisasi birahi betina resipien perlu diketahui terlebih dahulu siklus birahinya, karena corpus luteum sapi peka terhadap PGF2-Alfa hari ke-5 sampai 14 siklus birahi. Jika pada waktu korpus luteum peka diberi perlakuan maka birahi akan timbul 1-4 hari atau rata-rata 2 hari setelah penyuntikan PGF2-Alfa. Jika kita belum mengetahui siklus birahi sapi tersebut maka dilakukan penyuntikan PGF2-Alfa 2 kali dengan interval 10 hari (Hartantyo, 1987).

Sediaan prostaglandin yang tersedia di pasaran antara lain: Estrumate (Cloprostenol, ICI Pharm. Co, Cambridge, UK) dosis luteolitiknya 500 mg; Reprodin (Luprostiol, Bayer Indonesia) dosis luteolitiknya 15 mg; Lutalyse (Dinoprost tromethamine, Upjohn, Kalamazoo, USA); dan Prosolvin (Luprostiol, Intervet Int. B.V., Bormeer, Holland) dosis luteolitiknya 15 mg. aplikasi sediaan prostaglandin tersebut dianjurkan dengan cara injeksi intramuskuler (Putro, 1994).

Perkawinan Hewan Donor
Perkawinan hewan donor dapat dilakukan kawin alami atau inseminasi buatan (IB). Apabila dikawinkan secara IB maka diperlukan dosis ganda yang aplikasinya satu dosis diberikan 6 jam setelah menunjukkan gejala birahi dan satu dosis lagi diberikan 6 jam kemudian (Hartantyo, 1987; Putro, 1986).

Pemanenan Embrio dari Donor
Koleksi embrio hewan donor dapat dilakukan pada hari ke-6 sampai 8 setelah perkawinan, pada waktu embrio sudah berada pada kornua uteri. Pemanenan embrio yang sudah pernah dilakukan pada sapi Bali yaitu pada hari ke-7 setelah perkawinan.
 

Perlengkapan yang diperlukan untuk pemanenan embrio adalah:
1. Sterio mikroskop
2. Foley cateter
3. Larutan PBS
4. Pipa kaca berbentuk Y
5. Cawan petri
6. Selang dan jarum suntik

Hewan donor dipersiapkan terlebih dahulu dengan jalan disuntik acethyl promazin dosis 6 mg per ekor.Selanjutnya sapi dimasukkan ke kandang jepit, daerah sekitar vulva dibersihkan dan diberi desinfektan dan alcohol 70%. Anastesi epidural dilakukan segera sebelum katerisasi, dengan Lignocaine 2% dosis 4-6 ml. Manfaat anastesi yang diberikan adalah untuk mengurangi rasa sakit, mencegah pengejanan maupun pengeluaran kotoran yang mengganggu pelaksanaan pembilasan.

Cara Pemanenan:
1. Stilette Cassou Insemination Gun dimasukkan ke dalam kateter supaya menjadi kaku, selanjutnya kateter diberi pelumas.
2. Dengan palpasi rectal, kateter dimasukkan perlahan-lahan melewati vagina, cerviks, terus ke kornua uteri sampai 2/3 panjang kornua.
3. Selanjutnya balon kateter diisi udara atau air sebanyak 5 ml, kemudian stiletto gun ditarik. Pipa kaca berbentuk hurup Y dipasang, dimana ujung-ujungnya telah terpasang selang penghubung.
4. Larutan PBS dimasukkan tiap-tiap 30-60 ml tergantung besar hewan sampai menghabiskan 500 ml setiap kornua.
5. Hasil bilasan uterus ditampung dalam beker gelas dan dibiarkan mengendap selama 30 menit, selanjutnya supernatannya dibuang dan sisanya dievaluasi di bawah sterio mikroskop.

Evaluasi embrio dilakukan di bawah sterio mikroskop dengan pembesaran lebih dari 40 kali. Embrio yang didapat harus mempunyai stadia yang relative sama; yaitu stadium morula (32 sel), morula kompak (blastomer memadat menjadi masa yang lebih kompak), dan blastosis awal (mempunyai blastosel). Adanya embrio yang stadium pertumbuhannya kurang dari 32 sel menunjukkan adanya kelambatan pertumbuhan. Embrio yang didapat dari media pembilas diambil menggunakan mikropipet, selanjutnya dimasukkan ke dalam straw mini atau medium bening yang transparan.

Transfer Embrio ke Betina Resipien
Transfer embrio segar maupun beku ke resipien dilakukan pada hari siklus birahi yang sama dengan umur embrio (karena embrio dipanen pada umur 7 hari) maka siklus birahi resipien yang dapat dipakai adalah 7 ± 1 hari setelah birahi atau birahi hewan donor dan resipien minimal dalam 24 jam (Heath, 1982).

Transfer dilakukan langsusng ke kornua uteri kurang lebih 5-10 cm dari bifurkasio uteri. Resipien yang tidak menunjukkan gejala birahi setelah 3 siklus birahi yang diharapkan dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan per rectal untuk menentukan berhasil tidaknya program transfer. Pemeliharaan resipien yang telah bunting sama seperti pemeliharaan-pemeliharaan pada hewan bunting pada umumnya.

Sumber: I Nyoman Sumandia, Dosen FKH Universitas Udayana, Bali

Inseminasi Buatan pada Unggas

Pendahuluan
Inseminasi buatan (IB) pada unggas sebenarnya sudah dikenal sebelum tahun 1926 di daratan China dimana pada saat itu IB dilaksanakan untuk ternak itik. 25 tahun kemudian IB dipraktekkan di Eropa Timur dan Israel pada angsa. Namun dalam perkembangannya hingga saat ini sudah jauh dikenal untuk mengembangkan unggas terutama untuk ayam pembibit.

Teknik perkawinan secara IB mutlak diperlukan untuk mempercepat peningkatan populasi ayam, khususnya ayam petelur, pedaging dan ayam kesayangan lainnya. Teknik IB merupakan bagian dari tatalaksana ternak unggas dengan tujuan utama adalah memproduksi anak ayam semaksimal mungkin. Disini ada keterkaitan antara fertilitas, daya tetas dan kemampuan memproduksi anak ayam. Keberhasilan untuk menghasilkan anak ayam yang berkualitas tinggi tidak terlepas dari jumlah anak ayam yang menetas (daya tetas), sedangkan daya tetas selalu berhubungan dengan fertilitas telur. Tatalaksana yang baik dari induk yang meliputi; perkandangan, pemberian pakan, pemilihan bibit dan teknik perkawinan yang betul akan menghasilkan fertilitas yang tinggi. Dengan manajemen yang baik maka anak ayam yang dihasilkan kemudian akan digunakan sebagai pengganti induk.

Tujuan inseminasi buatan pada ayam dan ayam kesayangan adalah:

1. Mempercepat proses regenerasi
Regenerasi pada makhluk hidup selalu terjadi terus menerus dan merupakan fenomena alam. Siklus dari regenerasi pada unggas relative cepat dibandingkan dengan ternak mamalia. Namun apabila dibandingkan dengan perkawinan alam ternyata regenerasi ini dapat dipercepat dengan cara perkawinan secara alam tidak dapat dikontrol umlah sperma yang digunakan dan kurang efisien untuk unggas. Dengan adanya IB maka kemampuan induk (pejantan dan betina) untuk berkembang biak akan lebih leluasa.

2. Mempertahankan sifat keturunan yang baik
Keberhasilan IB tidak hanya menurunkan jumlah biaya untuk pemeliharaan ayam pembibit tetapi dengan perkawinan ini peternak dapat mempertahankan sifat genetic yang baik dari unggas (ayam) yang dimilikinya. Sifat yang baik dari pejantan dapat dipertahankan kemudian dikembangkan dan disebarluaskan kepada peternak lain yang membutuhkan.

Disamping itu dapat mengurangi dan menanggulangi adanya kesulitan kawin karena perbedaan berat badan antara pejantan dan betina, pada perkawinan secara alam dengan system pemeliharaan dengan lantai letter (tanah). Pejantan yang unggul tetapi mempunyai berat badan yang besar dan dapat mengawini betina yang proporsi badannya lebih ringan dengan jalan IB. Hal ini berarti sifat genetic yang baik masih tetap dapat disebarluaskan tanpa adanya hambatan perkawinan.

Apabila dibandingkan dengan perkawinan secara alam ternyata IB pada unggas memberikan beberapa keuntungan, yaitu:

1. Menurunkan jumlah pejantan
Sungguh tidak efisien apabila beternak unggas tidak merencanakan pejantan dan betina yang dipelihara. Perbandingan antara jumlah jantan dan betina mementukan jumlah keuntungan dari peternak unggas. Pada perkawinan alam setiap 100 ekor betina membutuhkan 8-10 ekor pejantan, tetapi pada perkawinan secara IB hanya membutuhkan 3-4 ekor pejantan, ini disesuaikan dengan kebutuhan sperma untuk jumlah tertentu dari ayam betina yang dipelihara.

2. Menghemat pakan
Dengan mengurangi jumlah pejantan yang dipelihara berarti akan mengurangi jumlah pakan yang diberikan dan keuntungan yang diperoleh akan lebih besar. Pemeliharaan pejantan pada kandang battery ternyata mampu menghemat pakan 10% dibandingkan dengan pemeliharaan secara letter.

3. Menghemat tempat untuk pemeliharaan ayam pejantan
Mengurangi jumlah pejantan yang dipelihara berarti mengurangi jumlah kebutuhan ruangan dan kandang, sehingga ruangan tersebut dapat digunakan untuk memelihara induk.

4. Meningkatkan fertilitas telur
Perkawinan secara IB dapat meningkatkan fertilitas telur. Hal ini karena kebutuhan optimal sperma untuk menghasilkan fertilitas yang maksimal dapat dekat secara pasti sejak awal. Penggunaan sperma 100 juta/ml sudah cukup menghasilkan fertilitas lebih dari 95%. Sedangkan dengan kawin alam adalah 78%.

5. Meningkatkan harga DOC
Karena fertilitas meningkat maka jumlah anak ayam (DOC) yang dihasilkan meningkat pula. Metode perkawinan secara IB dapat meningkatkan jumlah DOC antara 8-10%.
Meskipun perkawinan secara IB banyak memberikan keuntungan namun terdapat juga beberapa kerugian, antara lain:

1. Membutuhkan tenaga kerja yang terampil. IB merupakan teknologi baru di dunia peternakan unggas sehingga mau tidak mau harus dipersiapkan tenaga terampil untuk menangani IB.
2. Membutuhkan peralatan ekstra sehingga peternak mengeluarkan biaya tambahan.
3. Kemungkinan penyebaran penyakit melalui sperma yang bercampur feses.

Kerugian ini tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh.
Alat kelamin ayam jantan secara anatomi dan fungsinya terbagi dalam tiga bagian yaitu, testes dengan epididimis, sepasang saluran deferens dan alat kopulatoris.

Testes terlihat di rongga badan deret pada tulang belakang yaitu bagian belakang paru-paru atau bagian depan dari ginjal. Testes berbentuk seperti biji buah buncis dengan warna putih krem. Testes berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa pada tubulus semeniferus dan hormone testosterone pada sel Laydig. Setelah tubulus semeniferus kemudian ke saluran epididimis lalu diperpanjang oleh saluran deferens dan berakhir di kloaka. Saluran deferens ini merupakan tempat transit dari sperma.

Bila dibandingkan dengan mamalia maka saluran deferens pada unggas merupakan tempat pemasakan dan terjadi pada epididimis. Saluran deferens ini berakhir pada kloaka. Alat kopulasi pada ayam berupa penis (papila) yang rudimenter. Pada itik dan angsa papila ini lebih panjang berbentuk spiral.

Organ reproduksi unggas betina secara normal memiliki hanya satu ovarium dan satu saluran telur, yaitu sebelah kiri. Ovarium terletak di ujung cranial ginjal dan agak ke kiri dari garis tengah daerah sublumbal cavum abdominal, ia tergantung pada dinding dorsal abdomen oleh suatu lipatan peritoneum. Saluran telur dapat dibagi atas lima bagian, masing-masing dengan fungsi tertentu. Infundibulum yang berbentuk corong, menampung kuning telur yang diovulasikan dari ovarium. Kuning telur diteruskan ke magnum yang menghasilkan albumin atau putih telur. Selanjutnya ke isthmus yang mensekresikan selaput kulit ke uterus atau kelenjar kulit yang menghasilkan kulit telur, dan akhirnya ke vagina yang membantu pengeluaran telur.
Dalam penerapan teknologi IB ada faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas telur, yaitu: konsentrasi sperma, interval antara waktu indeminasi, waktu inseminasi, deposisi semen, umur, dan strain ayam. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan IB pada ayam:

1. Konsentrasi spermatozoa 100 juta/ml cukup untuk menghasilkan fertilitas lebih dari 95% dari telur yang dikumpulkan dari hari ke 2-9 setelah IB. Konsentrasi kurang dari 100 juta/ml menurunkan fertilitas telur.

2. Interval antara waktu inseminasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan sperma untuk hidup transit dan disimpan pada alat reproduksi ayam betina. Spermatozoa ini disimpan dalam glandula oviduct. Waktu ideal untuk memperoleh fertilitas yang tinggi adalah 6-10 hari (rata-rata 7 hari), oleh karena itu IB dilakukan sekali dalam seminggu.

3. Transit dan penyimpanan spermatozoa di dalam saluran reproduksi dipengaruhi oleh aktivitas dari oviduct antara lain ada atau tidaknya telur di uterus, sekresi bagian telur, sekresi cairan uterus. Keberhasilan IB berkorelasi dengan saat prooses pembentukan telur. Di dalam industry peternakan ayam pembibit, IB dilakukan 8 jam setelah matahari terbit atau memakai penerangan buatan. Hal ini karena sebagian besar ayam bertelur 4 jam setelah mendapatkan cahaya.

4. Secara teoritis tempat untuk IB dapat dilakukan pada alat reproduksi ayam pada bagian vagina, uterus atau magnum. Tempat terbaik untuk IB sebenarnya pada utero-vaginal junction tetapi sulit pelaksanaannya karena tempatnya masuk ke dalam alat reproduksi kira-kira 3-4 cm dari kloaka. Biasanya IB sering dilakukan pada pertengahan vagina yaitu kira-kira 1-2 cm dari kloaka agar sperma tidak kembali karena adanya kontraksi oviduct atau erosi dari uterovaginal junction. Erosi sperma yang masuk menyebabkan terjadinya infertilitas.

Ayam yang berumur lebih dari 40 minggu mempengaruhi fertilitas yang rendah ini disebabkan karena kemampuan original dari ayam betina itu sendiri di dalam menghasilkan telur yang fertil.

Pelaksanaan IB
disnak.jatimprov.go.id
 Sebelum melaksanakan inseminasi spermatozoa ayam pejantan ke ayam betina, persiapan-persiapan yang dilakukan adalah:

a. Persiapan alat-alat IB
- Corong plastic atau gelas dilapisi paraffin pada bagian lobangnya.
- Tabung penampung.
- Tuberculine pipet/spuite 1 cc.
Pejantan harus dipisahkan sekurang-kurangnya 1 hari dari betina sebelum diambil air maninya. Ayam pejantan harus diperlakukan secara halus dan perlakuan yang kasar dapat mengakibatkan kegagalan memperoleh air mani. Makanan ayam jantan yang dipakai harus terdiri dari banyak makanan butir-butiran.

b. Cara pengambilan air mani
Cara terbaik untuk mengambil air mani pada ayam jantan dengan cara mengurut pada bagian sekitar anus. Untuk itu diperlukan 2 orang yaitu untuk memegang ayamnya, dan yang lainnya mengadakan urutan pada bagian sekeliling anus dan menampung air mani yang keluar dengan corong beserta tabung penampungnya.
Orang pertama memegang ayam jantan pada bagian diantara kedua kaki dengan tangan kiri, sambil menarik ke bawah kedua sayapnya dengan tangan kanan. Orang kedua dengan tangan kiri mengangkat ekornya ke atas, sambil mengadakan urutan ke muka dan ke belakang pada bagian sekeliling anus, dengan corong yang berisi tabung penampung pada tangan kanan menampung air mani yang keluar. Urutan pada anus dilakukan dengan jari telunjuk dan ibu jari secara teratur dan terus-menerus sampai ayam jantan member respon dengan keluarnya penis dari kloaka dan pada saat ini akan diejakulasikan air maninya.
Kadang-kadang air mani yang diperoleh terkontaminasi oleh darah, ini disebabkan oleh adanya luka pada papilla penis, ayam jantan harus segera diistirahatkan.
c. Evaluasi semen
d. Pengenceran air mani

Air mani pada ayam akan mengalami banyak kerusakan di dalam bahan pengencer daripada air mani mamalia. Bahan pengencer untuk sapi bukanlah bahan pengencer yang baik untuk air mania yam. Sel spermatozoa akan lebih lama hidup di dalam oviduct bagian anterior karena di bagian itu banyak terdapat albumin. Sel-sel spermatozoa hanya dapat hidup beberapa menit di dalam bahan pengencer. Oleh karena itu penambahan bahan pengencer air mani ayam hanya mempunyai arti penambahan volume air mani dan bukan untuk penyimpanan. Air mani yang diencerkan harus segera diinseminasikan.

e. Cara inseminasi pada ayam betina
Dalam melakukan inseminasi pada ayam diperlukan 2 orang, pertama pemegang betina yang akan diinseminasi pada bagian antara kedua paha dengan tangan kiri dan ditaruh diantara badan dan tangan kiri dengan bagian kepala menghadap ke belakang.

Tangan kanan mencari vagina dan kloaka dengan mengadakan penekanan pada bagian abdomen sekeliling anus dengan ibu jari dan jari telunjuk. Lubang sebelah kiri dalam kloaka adalah vagina, lubang kedua sebelah kanan adalah anus. Segera setelah vagina keluar dari kloaka orang kedua memasukkan pipet tuberculin ke dalam vagina kira-kira sedalam 2 cm. sementara itu tekanan pada abdominal dikurangi untuk mencegah keluarnya air mani dari vagina, tetapi mengalir ke depan dan masuk ke oviduct.

f. Evaluasi hasil IB
Untuk mengetahui keberhasilan IB dapat dilakukan dengan pemeriksaan telur (peneropongan telur) mulai hari ke-3 setelah pengeraman.

Sumber: Wayan Bebas, FKH Universitas Udayana-Bali

Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan pada hewan peliharaan telah dilakukan sejak beberapa abad yang lampau. Seorang pangeran Arab yang berperang melawan pangeran lain (tetangganya) pada permulaan abad ke-14, dengan menggunakan suatu tampon kapas, telah mencuri semen dari dalam vagina seekor kuda betina musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan terkenal yang cepat larinya. Tampon tersebut kemudian dimasukkan ke dalam vagina kudanya sendiri yang sedang birahi, dan ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan melahirkan anak yang tampan dan cepat larinya. Sesudah itu tidak ada catatan mengenai pelaksanaan inseminasi buatan atau penelitian kea rah penggunaan teknik tersebut.

Tiga abad kemudian, yaitu pada tahun 1677, Anton Van Leeuwenhoek, sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan Hamm merupakan orang pertama yang melihat sel-sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel-sel kelamin jantan yang tidak terhitung banyaknya itu sebagai “animalculae” yang berarti jasad-jasad renik hewani yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel-sel kelamin jantan tersebut dinamakan spermatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatom Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf menemukan folikel dalam ovarium kelinci.

Penelitian ilmiah yang pertama dalam inseminasi buatan pada hewan peliharaan dilakukan oleh fisiolog dan anatom Italia terkenal yaitu Lazaro Spallanzani pada tahun 1780. Setelah berhasil menginseminasi amphibian ia memutuskan untuk melanjutkan percobaannya pada anjing. Anjing-anjing betina dikandangkan dalam rumahnya sendiri dan sesudah lewat 20 hari, seekor anjing betina memperlihatkan tanda-tanda birahi yang nyata. Anjing tersebut diinseminasi dengan semen (pada suhu tubuh) yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan menggunakan spuit lancip. 62 hari sesudah inseminasi induk anjing tersebut melahirkan 3 anak yang kesemuanya bukan saja serupa dengan induknya tetapi juga mirip anjing buatan yang dipakai semennya.

Pada tahun 1782 percobaan Spallanzani diulangi oleh P. Rossi (Italia) dengan hasil memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan menggunakan inseminasi dan menghasilkan turunan yang normal.
Spallanzani selanjutnya membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoa, bukan pada cairan semen. Hal ini dibuktikan dengan menyaring semen yang baru ditampung, cairan yang melewati saringan tidak mempunyai daya membuahi sedangkan yang tertinggal di atas filter mempunyai daya fertilisasi yang tinggi.

Inseminasi buatan pertama kali digunakan pada peternakan kuda di Eropa pada tahun 1890 ketika seorang dokter hewan Prancis, Repiquet menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Pada waktu itu dalam beberapa peternakan kuda di Eropa persentase konsepsinya sangat rendah sehingga dilakukan penelitian-penelitian dalam usaha untuk mengatasinya.
Profesor Hoffman dari Stuttgart, Jerman menganjurkan inseminasi buatan sesudah perkawinan alam. Setelah perkawinan alam, vagina dikuakkan dengan speculum dan semen diambil dengan spuit, kemudian dicampur dengan susu sapi dan diinseminasikan lagi ke dalam uterus hewan tersebut.

Pada tahun 1902, Sand dan Stribolt dari Denmark, setelah berhasil memperoleh 4 konsepsi dari 8 kuda betina yang diinseminasi, menganjurkan inseminasi buatan sebagai suatu cara yang ekonomis dalam penggunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan untuk memajukan peternakan pada umumnya.

Dalam perkembangan selanjutnya tercatat Rusia menjadi Negara pertama yang menggunakan metode inseminasi buatan secara serius sebagai suatu cara untuk memajukan peternakan. Peneliti Rusia yang terkenal dan pelopor terkemuka di bidang inseminasi buatan adalah Profesor Elia Ivannoff. Ivannoff yang pertama kali berhasil melakukan inseminasi buatan pada sapi dan domba. Selain inseminasi pada kedua ternak tersebut, inseminasi pada kuda juga berhasil di bawah pengawasannya. Di Askaniya-Nova pada tahun 1912 inseminasi pada 39 ekor kuda betina menghasilkan 31 konsepsi, sedangkan dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda betina. Dengan keberhasilan inseminasi buatan oleh Ivannoff tersebut telah mengundang banyak perhatian dan kemudian mendorong pemerintah Rusia mendirikan laboratorium kedokteran hewan pada Departemen Pertanian dengan tujuan utama untuk mempelajari fisiologi pembuahan dan melatih dokter-dokter hewan dalam teknik inseminasi buatan.

Pada tahun 1914 seorang guru besar fisiologi manusia di Roma, Giuseppe Amantea melakukan penelitian-penelitian mengenai spermatologi. Ia menggunakan anjing, ayam dan burung merpati sebagai hewan percobaan. Dan penemuan terbesarnya yang membantu perkembangan inseminasi buatan adalah vagina buatan (artifisian vagina) pertama pada anjing, dan selanjutnya vagina buatan tersebut dapat digunakan dan dikembangkan banyak peneliti di Rusia untuk membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Penemuan vagina buatan ini merupakan suatu sumbangan yang sangat berharga dan satu langkah maju dalam inseminasiu buatan, karena dengan menggunakan vagina buatan semen yang diejakulasikan dapat ditampung seluruhnya dan juga dapat menghindari kontaminasi dan kemungkinan infeksi dari vagina hewan betina.

Penggunaan inseminasi buatan secara besar-besaran pada sapi dilakukan oleh Milovanov (Rusia) sejak tahun 1931. Sampai tahun 1936 di Rusia telah dilakukan inseminasi buatan pada 6,45 juta ekor domba dan 230.000 ekor sapi. Pada tahun 1938, angka-angka ini meningkat menjadi 120.000 kuda, 1,2 juta sapid an 15 juta domba. Di Rusia, inseminasi pada domba telah menjadi sangat popular dan kebanyakan peternakan dan kawanan domba inilah satu-satunya cara beternak yang digunakan.

Di luar Rusia, Denmark menjadi negara yang pertama-tama memulai dan menganjurkan pekerjaan-pekerjaan secara sistemik mengenai inseminasi buatan. Professor Eduard Sorensen dan Jens Gylling-Holm mengorganisir koperasi inseminasi buatan yang pertama di Denmark pada tahun 1936.

Pada tahun 1949 ditemukan teknik pembekuan semen sapi oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parker di Inggris. Penemuan ini mempercepat kemajuan inseminasi buatan. Mereka berhasil menyimpan semen untuk jangka panjang dengan membekukannya sampai -79 ⁰C dengan menggunakan CO₂ padat (dry ice) sebagai pembeku dan glycerol sebagai pengawet. Penggunaan nitrogen cair kemudian ternyata lebih praktis dan semen dapat lebih tahan lama hidup dengan suhu penyimpanan -196 ⁰C.

Kemajuan inseminasi buatan dilaporkan pada tahun 1970 telah berhasil menginseminasi lebih dari 30 juta ekor sapi di Eropa, 20 juta di Rusia, 10 juta di Amerika Utara dan 2 juta di Amerika Selatan.

Sejarah dan Perkembangan inseminasi Buatan di Amerika dan di daerah Tropis
Inseminasi buatan di Amerika Serikat diperkenalkan pada tahun 1937 dan koperasi inseminasi buatan yang pertama didirikan pada tahun 1938, namun teknik inseminasi buatan ini baru dapat diterima oleh masyarakat peternak pada tahun 1945. Sampai pada tahun 1950 barulah terlihat pengaruh-pengaruh genetic terhadap populasi ternak sapi. Pada tahun 1956 sebanyak 21 % sapi perah di Amerika Serikat diinseminasi secara buatan, pada 1969 meningkat menjadi 52 % atau 8 juta sapi.

Selain bertujuan untuk meningkatkan populasi, perkembangan inseminasi buatan di Amerika juga dimanfaatkan sebagai alat untuk mengendalikan penyakit dan menaikkan mutu genetik. Meski demikian inseminasi buatan ini tidak dipakai secara luas untuk menaikkan mutu ternak sapi perah di Amerika Serikat. Perkembangan inseminasi buatan komersial pada sapi perah di Amerika Serikat merupakan hasil sumbangan dari Institut Pertanian dan Universitas-universitas di seluruh negeri itu.

Sedangkan perkembangan inseminasi buatan pada beberapa negara berkembang sesudah tahun 1960 atau setelah informasi tentang inseminasi buatan diketahui. Selama periode 1960-1970 banyak publikasi yang menyarankan pentingnya peningkatan persediaan makanan, terutama makanan yang berasal dari ternak untuk memenuhi kebutuhan konsumsi populasi manusia yang bertambah banyak. Sebagai akibatnya banyak perhatian yang dicurahkan untuk pengembangan dan penerapan teknik-teknik beternak modern, seperti inseminasi buatan untuk mengintensifkan produksi ternak.

Perkembangan yang menonjol dalam periode 10 tahun tersebut adalah: inseminasi buatan pada babi telah berkembang di Hongkong, Srilanka, Tiongkok Selatan, Thailand, Filipina, Jamaica, Australia dan Burma. Selain itu berkembang inseminasi buatan pada kerbau di India dan Pakistan.

Inseminasi buatan pada babi di Burma, Jamaika, Thailand dan Taiwan menunjukkan hasil-hasil positif. Perkembangan inseminasi buatan pada babi sangat pesat terjadi di Hongkong dimulai sejak tahun 1958-1959. Inseminasi buatan pada domba tidak mempunyai arti praktis di daerah-daerah tropis demikian pula inseminasi buatan pada kambing tidak mendapat perhatian.

Di India, inseminasi buatan pada kerbau mencapai 54,2 % konsepsi, sedangkan di Pakistan persentase kerbau betina yang tidak kembali minta kawin mencapai 80,9 %. Di jamaika, pelayanan inseminasi buatan berkembang atas usaha dan rangsangan program pengembangan peternakan dari pihak pemerintah. Target program tersebut adalah meningkatkan produksi susu menjadi 3 kali lipat pada tahun 1975. Sebagian besar pelaksanaan inseminasi buatan masih menggunakan semen cair. Semen beku dan nitrogen cair sebagai bahan pengawet baru diperkenalkan pada tahun 1962.

Kenya memberikan suatu gambaran perkembangan inseminasi buatan pada sapi secara mantap. Antara tahun 1948-1958 jumlah sapi yang diinseminasi menanjak dari 10.503 menjadi 101.345 dan mencapai 259.219 pada tahun 1967. Peningkatan ini dari 6 kali lipat selama 10 tahun meningkat menjadi 18 kali lipat dalam masa 18 tahun.

Tuesday, September 27, 2016

Penyakit Jamur Pada Hewan Kecil

Kali ini saya akan membahas tentang Penyakit Jamur Pada Hewan Kecil. Indonesia memiliki kelembaban yang tinggi sehingga kasus penyakit jamur sering kali dijumpai pada praktek hewan kecil. Berikut ini Penyakit Jamur Pada Hewan Kecil.
sumber : anjingkita.com

1. ASPERGILLOSIS
Aspergillosis merupakan penyakit jamur yang menyerang berbagai jenis hewan yang ditandai dengan batuk-batuk, sesak nafas dan kekeurusan.
 
Etiologi
Aspergillosis disebabkan oleh Aspergillus sp, pada kambing dan domba disebabkan oleh Aspergillus flavus dan Aspergillus fumigates.
Aspergillus sp tumbuh baik pada suhu 30°C dan 37°C, dan dapat ditumbuhkan pada media agar Sabouraud.
 
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Aspergillosis tersebar luas di dunia.
 
Hewan Terserang
Aspergillosis menyerang berbagai jenis hewan seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan ruminansia lain.
 
Cara Penularan
Aspergillosis dapat ditularkan melalui udara tercemar dan faktor predisposisi karena infestasi cacing paru-paru dan usus atau penggunaan oksitetrasiklin yang terus menerus.

Gejala Klinis
Hewan terserang ditandai dengan nafsu makan turun, sesak nafas, batuk-batuk dan kurus. 
 
ternakkucing.blogspot.com

Diagnosa
Penyakit ini dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis, perubahan patologis dan isolasi jamur. Isolasi dilakukan pada media yang diperkaya dan media agar Sabouraud. Jamur dalam jaringan dapat diperlihatkan dengan pemeriksaan mikroskopis dari usapan jaringan pada gelas slide, pemeriksaan Periodic Acid Schiff (PAS), Gomris (Grocott’s), Gridly’s dan Lactophenol Cotton Blue.
 
Diagnosa Banding
Hewan terserang memiliki gejala klinis yang mirip dengan Mikoplasmosis, Tuberkulosis dan Q Fever.
 
Pencegahan dan Pemberantasan
Hewan terserang dapat diobati dengan pemberian amfoterisin B. kandang harus tetap bersih dan kering. Menghindari penggunaan oksitetrasiklin berlebihan.
 
2. STRAWBERRY FOOTROT
www.merckvetmanual.com
 
Nama lain: Proliferatif Dermatitis, Cutaneous Streptothricosis, Cutaneous Actinomycosis atau Mycotic Dermatitis.
Merupakan penyakit menular dan menyerang berbagai jenis hewan seperti kambing, domba, rusa, kuda, kelinci yang ditandai dengan dermatitis eksudatif atau purulen pada kulit. Penyakit ini juga bersifat zoonosis.
 
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Dermatophilus congolensis atau pedis, termasuk dalam famili Dermatophilaceae.
Dermatophylus memiliki mycelium dan filament seperti pita yang bagian samping bercabang. Septa dibentuk transversal, horizontal dan vertikal. Mycelium dan spora adalah gram positif, bersifat aerobik dan memfermentasi lemah. Pada media setengah padat bentuknya halus, basah, mucoid dan tidak melekat, koloninya berwarna putih keabu-abuan kemudian berubah agak kekuningan dengan meningkatnya umur biakan.
 
Epidemiologi
Distribusi Geografis
Penyakit ini tersebar luas di beberapa negara seperti Inggris, Skotlandia, Australia, New Zealand, Afrika dan India. Di Indonesia belum pernah dilaporkan.
 
Hewan Terserang
Penyakit ini terutama menyerang domba, meskipun secara percobaan penyakit ini ditularkan pada kambing, marmut dan kelinci. Kasus paling tinggi terjadi pada musim panas dan agak jarang pada musim dingin.
 
Cara Penularan
Cara penularan penyakit ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan karena gesekan pada tanah yang menyebabkan luka-luka kemudian dicemari oleh bakteri. Keropeng kulit mengandung banyak bakteri yang tetap infektif dalam waktu lama dan mencemari tanah di sekitarnya. Lalat Stomoxys calcitrans dan Musca domestica dapat bertindak sebagai vektor mekanis dari penyakit.
 
Gejala Klinis
Hewan terserang ditandai dengan lesi-lesi pada kulit berupa luka-luka bernanah. Kepincangan dan rasa sakit yang hebat saat berjalan. Lesi-lesi tetap ada selama 5-6 minggu bahkan pada kasus kronis dapat berlangsung selama 6 bulan dan pada kasus yang hebat dapat diikuti dengan kematian.
 
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis atau FAR dan teknik biakan.
 
Diagnosa Banding
Penyakit ini sangat mirip dengan Orf, Scabies atau Demodecosis.
 
Pencegahan dan Pemberantasan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit ini. Terapi pengobatan yang dapat dilakukan dengan antibiotika penisilin (50.000 iu/kg bb) dan streptomisin (50 mg/kg bb) secara intramuskuler.
 
Pemberian Fulvicin per oral, dan mengoleskan gentian violet 1 % dalam alcohol dan asam salisilat 5 % pada kulit dilaporkan efektif selama sebulan.